JAKARTA – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku memiliki bukti penerimaan uang miliaran rupiah dan ratusan ribu dolar Singapura tersangka Anang Achmad Latief (AAL). Uang tersebut diduga terkait pengaturan pemenangan tender proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Haryoko Ari Prabowo selaku Kasubdit Penyidikan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menduga, uang tersebut diberikan dua perwakilan pihak swasta. Yakni berinisial JS dan tersangka Irwan Heryawan (IH) dalam pembangunan dan penyediaan infrastruktur paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BTS 4G Bakti Kemenkominfo.
AAL adalah tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), badan layanan umum (BLU) di Kemenkominfo. Sedangkan tersangka IH, adalah Komisaris PT Solitech Media Sinergy.
Inisial JS, dalam Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka AA dan tersangka IH, merujuk Jemmy Setjiawan dari PT Sansaine Exindo dan PT Fiberhome. Inisial JS berstatus cegah keluar wilayah hukum Indonesia sejak Desember 2022.
Jampidsus menyebutkan, JS, pada Januari 2022 memberikan uang senilai 200 ribu dolar Singapura kepada AAL. Pemberian uang setara Rp 2,2 miliar tersebut, dilakukan di ruang kerja AAL di Kantor Bakti sebagai imbalan atas keputusan terkait pengaturan pemenangan delapan konsorsium dalam pembangunan dan penyediaan infrastruktur paket 1 sampai dengan 5 BTS 4G Bakti.
“Semuanya itu sudah masuk fakta. Nanti kita lihat di persidangan,” ujar Haryoko Ari Prabowo, Rabu (21/6/2023).
Prabowo juga tak membantah soal adanya bukti-bukti lain terkait penerimaan uang senilai Rp 3 miliar oleh tersangka AAL dari pemberian tersangka IH. Dua sumber pemberian uang kurang-lebih Rp 5,2 miliar tersebut, diduga menyangkut pemenangan tiga konsorsium PT Fiber Home, Telkom Infra, dan Multi Trans Data dalam pengerjaan Paket-1 dan Paket-2 pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti.
Paket-1 di tiga wilayah; Kalimantan sebanyak 269 unit, Nusa Tenggara 439 unit, dan Sumatera 17 unit. Paket 2 di dua wilayah; Maluku sebanyak 198 unit, dan Sulawesi 512 unit. Sementara Paket-3 yang pembangunannya di dua wilayah; Papua 409 unit, dan Papua Barat 545 unit diserahkan kepada tiga konsorsium. Yakni PT Aplikanusa Lintasarta, Huawei Tech, dan PT Surya Energi Indotama.
Sedangkan pada Paket-4 di Papua 966 unit, dan Paket-5 845 unit yang juga pembangunannya di Papua, penggarapannya diserahkan kepada dua konsorsium. Yakni PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera dan konsorsium asing ZTE. Pembangunan dan penyediaan infrastruktur Paket-1 sampai dengan Paket-5 tersebut setotal 4.200 unit. Jumlah tersebut dari total sekitar 7.000-an proyek nasional pembangunan menara telekomunikasi di wilayah terluar Indonesia.
Dalam penyidikan terungkap, dari 4.200 pembangunan dan penyediaan infrastruktur pada Paket-1 sampai dengan Paket-5 tersebut terjadi kerugian negara setotal Rp 8,32 triliun sepanjang 2020-2022 dari total Rp 10 triliun yang sudah digelontorkan oleh negara. Terkait uang yang diduga didapat tersangka AAL dari JS, senilai 200 ribu dolar Singapura, dan Rp 3 miliar dari tersangka IH dalam pengaturan tender tersebut, dari penyidikan mengungkan dipergunakan untuk membeli rumah di kawasan Bandung, Jawa Barat (Jabar).
Prabowo mengaku lupa soal uang yang digunakan AAL terkait pembelian rumah tersebut. Namun begitu Prabowo memastikan, dari tim penyidikannya, pada Maret 2023 lalu, pernah melakukan sita melalui pengembalian uang senilai Rp 6 miliar dari pihak developer properti menyangkut pembelian rumah oleh tersangka AAL.
“Iya. Yang jelas, itu memang kita pernah lakukan sita,” ujar Prabowo.
Dalam BAP AAL sebagai tersangka terungkap perannya sebagai pihak yang diminta oleh tersangka eks Menkominfo Johnny Gerard Plate (JGP) menyediakan uang Rp 500 juta setiap bulannya untuk operasional menteri dan tim.
Permintaan uang tersebut, diduga disampaikan langsung Johnny Plate saat meminta AAL menghadap di kantor menteri di Lantai 7 Kemenkominfo pada Januari-Februari 2021. Permintaan uang bulanan tersebut disampaikan oleh AAL, kepada IH untuk turut membantu mencari sumber setorannya.
Namun, terkait permintaan setoran bulanan kepada AAL tersebut, kuasa hukum Johnny Plate, Ali Nurdin membantahnya.
“Kalau atas perintah itu, nggak ada,” ujar Ali saat dijumpai, Kamis (8/6/2023).
Menyangkut soal tersangka AAL ini, belum ada pihak yang dapat memberikan klarifikasi. Dikabarkan, AAL dalam kasus ini mengandalkan pengacara Kresna Hutauruk sebagai pendamping hukumnya. Akan tetapi sampai berita ini dituliskan, Kresna Hutauruk belum memberikan respons.
Namun begitu, berkas perkara tersangka AAL sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat (PN Tipikor Jakpus) untuk segera di sidangkan. Rencana sidang pembacaan dakwaan terhadap AAL, akan dilakukan pada Selasa (27/6/2023) mendatang.