Majalahukum.com — Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) merupakan salah satu upaya di Indonesia, untuk mencegah terjadinya korupsi.
Asas transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran para penyelenggara negara menjadi kunci agar mereka terhindar dari menikmati harta yang tidak sah saat menjadi pejabat negara.
Namun, apabila PNS atau pejabat negara tidak melaporkan harta kekayaannya, maka hanya mendapatkan sanksi administrasi, tidak sampai dihukum secara pidana. PNS pejabat fungsional yan tidak melaporkan hartanya bisa dijatuhi hukuman disiplin sedang, berupa pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% selama 6 hingga 12 bulan.
Pahala Nainggolan selaku Deputi Bidang Pencegahan KPK meminta kepada masyarakat, untuk tidak berekspektasi berlebihan terhadap upaya pelaporan harta kekayaan pejabat negara.
Bahkan meskipun pejabat negara melaporkan hartanya, namun tidak sesuai dengan kepemilikan hartanya, dan sebagainya, hanya dijatuhi hukuman sanksi administrasi atau hukuman dari sang atasan atau pemimpin kementerian/lembaga.
Sebagaimana diketahui, belakangan ramai soal jumlah fantastis harta kekayaan Pejabat Ditjen Pajak Eselon III Rafael Alun yang hartanya mencapai Rp 56,1 miliar per 31 Desember 2021 di dalam LHKPN yang dilaporkan.
Berdasarkan penelusuran KPK dan Inspektorat Jenderal Keuangan (Itjen Kemenkeu), Rafael Alun masih memiliki sejumlah harta kekayaan yang belum dilaporkan di dalam LHKPN.
Kendati demikian, baik KPK dan Itjen Kemenkeu belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut, berapa nilai kekayaan yang belum dilaporkan Rafael Alun tersebut.