Beranda Pustaka Perbedaan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Dan Gugatan Wanprestasi Dalam Hukum Perdata

Perbedaan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Dan Gugatan Wanprestasi Dalam Hukum Perdata

Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi

MajalahHukum – Dalam teori hukum acara perdata, sebenarnya sudah tegas bahwa penggabungan gugatan perbuatan melawan hukum dan gugatan wanprestasi tidak dapat dibenarkan. Mahkamah Agung bahkan pernah mengeluarkan Putusan MA nomor 1875K/Pdt/1984 tertanggal 24 April 1986. Namun, dalam praktek hukum acara perdata, sering kali kita temukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang dalam dalil-dalil nya diajukan bersamaan dengan Gugatan Wanprestasi. Hal tersebut perlu kita telaah lebih mendalam lagi mengenai mana yang merupakan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dan mana yang merupakan Gugatan Wanprestasi.

Masalah perbedaan istilah “perbuatan melawan hukum (PMH)” dan “wanprestaasi” dalam hukum acara perdata adalah suatu permasalahan klisik yang tidak pernah berhenti diperdebatkan oleh ahli hukum ataupun praktisi hukum. Perdebatan tersebut tidak hanya terjadi dalam hal memberikan suatu pengertian terhadap ke-2 (dua) istilah tersebut, namun juga perbedatan terjadi terkait dengan apakah gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum tersebut dapat digabungkan

GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan onrechmatige daad dan dalam bahasa Inggris disebut tort. Kata tort sendiri sebenarnya hanya berarto salah (wrong). Akan tetapi, khususnya dalam bidang hukum, kata tort sendiri berkembang sedemikian rupa sehingga berarti kesalahan perdata yang bukan berasal dari wanprestasi dalam suatu perjanjian kontrak.

Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 s/d Pasal 1380 KUHPerdata. Pasal 1365 menyatakan bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian mengganti kerugian tersebut. Perbuatan melawan hukum dalam KUHPerdata berasal dari Code Napoleon.

Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad) adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena kesalahannya itu telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi sebagai berikut:

 “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabiula perbuatannya bertentangan dengan hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri atau bertentangan dengan kesusilaan.

Dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat harus mampu membuktikan semua unsur-unsur perbuatan melawan hukum selain harus mampu membuktikan adanya kesalahan yang diperbuat debitur.

Unsur-unsur perbuatan melawan hukum :

  1. Adanya suatu perbuatan.

Artinya, suatu Perbuatan Melawan Hukum diawali oleh suatu perbuatan dari si pelakunya. Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan disini dimaksudkan baik berbuat sesuatu (dalam arti aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif);

  1. Perbuatan tersebut melawan hukum.

Artinya, perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melawan hukum. Saat ini isitlah perbuatan melawan hukum dimaknai sebagai berikut, yaitu (1) Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku, (2) Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, (3) Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku. (4) Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan dan (5) Perbuatan yang bertentangan dengan sikap baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain;

  1. Adanya kesalahan dari pihak pelaku.

Artinya, terdapat unsur kesalahan (schuld) dalam suatu perbuatan melawan hukum seperti  adanya unsur kesengajan,  unsur kelalaian (negligence, culpa) dan  dalam melakukan perbuatan melawan hukum tersebut tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (recht-vaardigingsgrond);

  1. Adanya kerugian bagi korban.

Artinya, adanya kerugian (Schade) karena perbuatan melawan hukum disamping kerugian materil yang berarti kerugian pokok yang dialami serta kerugian immaterial yang merupakan kerugian yang dapat ditaksir;

  1. Adanya hubungan kausalitas. antara “perbuatan” dengan “kerugian”.

Artinya, Hubungan kausalitas antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi juga merupakan syarat dari suatu perbuatan melawan hukum. Hubungan kausal ini dapat terlihat dari kalimat perbuatan yang karena kesalahaannya menimbulkan kerugian.

GUGATAN WANPRESTASI

Wanprestasi dalam kamus hukum berarti cidera janji atau tidak menepati kewajiban dalam kontrak. Artinya wanprestasi adalah tidak melaksanakan prestasi atau biasa dikatakan sebagai kewajiban yang disebutkan dalam kontrak bagi pihak-pihak yang bersangkutan.

Terkadang dalam praktek hukum sulit menentukan sebuah kenyataan dapat dinyatakan wanprestasi, sebuat keadaan bisa dikatakan sebagai wanprestasi ketika pihak yang memiliki kewajiban dinyatakan lalai dalam melaksanakan kewajibannya.

Keadaan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak yang memliki kewajiban ini tidak bisa dibuktikan bahwa wanprestasi yang dilakukan di luar kesalahan atau paksaan keadaan.

Dilihat dalam arti luas, Gugatan wanprestasi pada dasarnya merupakan “gugatan perbuatan melawan hukum”, hal tersebut dikarenakan pihak yang dinyatakan wanprestasi pastinya melakukan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan tersebut adalah melanggar perjanjian, sehingga pihak yang dirugikan dapat mengajukan permintaan ganti kerugian ke pengadilan umum dengan cara mengajukan gugatan perdata. Hanya saja, untuk memudahkan pihak dalam mengajukan gugatan di pengadilan, KUHPerdata memisahkan antara “gugatan yang diajukan karena wanprestasi” dan “gugatan yang diajukan karena perbuatan melawan hukum”.

Apabila gugatan tersebut diajukan atas dasar wanprestasi, maka objeknya haruslah “perjanjian”. Artinya, perbuatan melawan hukum yang disebabkan oleh perjanjian maka disebut dengan istilah “wanprestasi” atau cidera janji. Wanprestasi/Cidera Janji tersebut terjadi dikerenakan terdapat perbuatan melawan hukum dengan 4 (empat) wujud, yaitu:

  1. Tidak melaksanakan prestasi yang diperjanjian sama sekali.

Artinya, debitor benar-benar tidak melaksanakan kewajiban presitasinya dalam perjanjian/kontrak;

  1. Melaksanakan prestasi yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana mestinya.

Artinya, debitur melaksanakan kewajiban prestasinya namun tidak sesuai dengan apa yang tertuang di dalam perjanjian/kontrak;

  1. Melaksanakan prestasi yang diperjanjikan, tetapi tidak tepat pada waktunya.

Artinya, debitur tetap kewajiban melaksanakan prestasinya namun tidak sesuai dengan jangka waktunya;

  1. Melaksanakan perbuatan yang dilarang dalam perjanjian yang dibuat.

Artinya, apabila di dalam sebuah perjanjian/kontrak yang dibuat terdapat sebuah larangan yang mengharuskan para pihak (debitur dan kreditur) untuk tidak melakukan suatu perbuatan, namun ternyata salah satu pihak tetap melaksanakan larangan tersebut, maka pihak yang melaksanakan larangan tersebut dapat dinyatakan telah melakukan wanprestasi (cidera janji).

Dengan dasar ke-4 (empat) hal tersebut diatas, maka sangat mudah untuk menentukan suatu perbuatan tersebut wanprestasi atau tidak, sebab cukup melihat isi perjanjian apakah ada yang dilanggar atau tidak. Namun, hal tersebut hanya berlaku pada perjanjian yang sifatnya tertulis baik itu akta otentik atau dibawah tangan. Akan tetapi, apabila perjanjian tersebut bersifat lisan, maka hal tersebut sangat sulit untuk dibuktikan kecuali terdapat saksi-saksi yang dapat menjelaskan terkait perjanjian tersebut.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, sebelum mengajukan gugatan, ada kalanya calon penggugat mempertimbangkan terlebih dahulu apakah akan mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum atau Wanprestasi terhadap lawannya. Pada dasarnya untuk membedakan 2 hal tersebut sangat mudah, namun harus dianalisis secara cermat. Gugatan PMH didasarkan dengan adanya suatu perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang, sedangkan gugatan Wanprestaasi didasarkan atas adanya suatu perjanjian. Undang-undang berlaku untuk umum, sedangkan perjanjian hanya berlaku pada para pihak saja.

Seandainya ingin mengajukan Gugatan PMH, penggugat harus membuktikan bahwa ada peraturan perundang-undangan yang dilanggar sehingga timbulah kerugian, sedangkan gugatan wanprestasi, penggugat cukup membuktikan perjajian yang dilanggar dan tergugat juga dapat membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan Wanprestasi.

Jadi, apakah bisa gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang dalam dalil-dalilnya disertai dengan gugatan Wanprestasi?

Jadi sungguh pun dalam gugatan terdapat posita wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, akan tetapi dengan tegas diuraikan secara terpisah maka gugatan demikian yang berupa kumulasi objektif dapat diterima.