Jakarta, MH – Boyamin Saiman selaku Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan penahanan terhadap tim kuasa pajak PT Jhonlin Baratama, yakni Agus Susetyo. Menurut Boyamin, langkah itu penting untuk memberikan kepastian hukum.
Menurut Bonyamin, terlebih penerima suap, mantan pejabat Ditjen Pajak, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani telah menjadi terpidana dalam kasus dugaan suap perpajakan.
“Karena nanti kalau berlarut-larut sudah lama juga, hukum yang tertunda dan dilambat-lambatkan bukan hukum itu sendiri, bukan memberikan keadilan,” ujar Boyamin, Senin (8/8/2022).
Dalam kasus itu, dua konsultan pajak PT Gunung Madu Plantation (GMP) Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi sudah ditahan dan sedang dalam proses pengadilan. Namun, hingga kini kuasa wajib pajak PT Jhonlin Baratama dan PT Bank Panin belum jiga ditahan oleh KPK.
“Saya mendesak KPK segera melakukan upaya paksa untuk segera mempercepat proses perkara ini,” ujar Boyamin.
Aktivis antikorupsi tersebut menegaskan, proses hukum perkara dugaan korupsi harus segera didahulukan. Hal ini agar memberikan kepastian hukum.
“Kita berharap konsultan Bank Panin dan Jhonlin Baratama dilakukan upaya paksa penahanan dan segera dibawa ke pengadilan,” tegas Boyamin.
Hal senada juga disampaikan pakar hukum pidana, Supardji Ahmad. Dia menyebutkan, penahanan terhadap tersangka korupsi penting dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Mengingat, PT Jhonlin Baratama sempat menghilangkan barang bukti dalam kasus dugaan suap perpajakan.
“Dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja KPK hendaknya perkembangan penanganan kasus tersebut dilakukan secara transparan, profesional dan progresif. Seorang yang telah ditetapkan jadi tersangka memang tidak semuanya ditahan, tetapi jika dikuatirkan menghalangi barang bukti dan menghambat penyidikan maka perlu dipertimbangkan untuk dilakukan penahanan,” ujar Supardji.
Terkait adanya dugaan penghilangan barang bukti, PT Jhonlin Baratama bisa terjerat Pasal 21 dalam hal merintangi penyidikan KPK. Hal itu penting, mengingat KPK juga pernah menerapkan pasal merintangi penyidikan dalam kasus dugaan korupsi e-KTP terhadap pengacara Fredrich Yunadi.
Supardji menilai, ketegasan KPK juga penting dilakukan dalam kasus dugaan suap pajak ini. “Ya perlu dilakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan tindak pidana tersebut. KPK pernah menerapkan pasal tersebut pada Fredrich Yunadi,” tuturnya.
Dalam keterangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akarta Pusat, Selasa (22/2/2022), mantan anggota tim pemeriksa pajak Ditjen Pajak Kemenkeu Yulmanizar mengungkapkan, sejumlah pejabat pajak menerima suap dari PT Jhonlin Baratama yang merupakan perusahaan milik Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam.
Suap itu untuk mengkondisikaan nilai wajib pajak PT Jhonlin Baratama tahun pajak 2016 dan 2017. Tim pemeriksa pajak diduga bertemu dengan konsultan pajak dari PT Jhonlin Baratama bernama Agus Susetyo. Nilai wajib pajak dari Jhonlin Baratama pada tahun pajak 2016 sebesar Rp 6.608.976.659 dan tahun pajak 2017 sebesar Rp 19.049.387.750.
Konsultan pajak PT Jhonlin Baratama menagih soal komitmen fee pengurangan nilai pajak. Pihak Jhonlin Baratama meminta agar nilai wajib pajak diturunkan menjadi Rp 10 miliar. Sebagai upaya pengurangan pungutan, Ditjen Pajak meminta imbalan senilai Rp 40 miliar. Hal ini merupakan fee untuk menurunkan nilai wajib pajak.