JAKARTA – Pada Hari Raya Idulfitri 1444 Hijriah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima 373 laporan terkait dugaan gratifikasi. Total gratifikasi yang dilaporkan KPK senilai Rp240.712.804.
“Per tanggal 3 Mei 2023, KPK telah menerima laporan 373 barang atau objek gratifikasi dari masyarakat selama Hari Raya Idulfitri dengan nilai taksir mencapai Rp240.712.804,” ujar Ipi Maryati selaku Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK melalui pesan singkatnya, Kamis (4/5/2023).
Laporan yang diterima KPK tersebut terdiri dari tiga objek berupa cendera mata atau plakat dengan nilai Rp3.700.000. Kemudian, 292 objek berupa karangan bunga, makanan, dan minuman dengan nilai sekitar Rp164.390.920.
“Sembilan objek berupa uang, voucher, logam mulia dengan nilai taksir Rp6.400.001 serta 115 objek dalam bentuk lainnya dengan nilai taksir Rp66.221.883,” ujar Ipi.
Saat ini barang-barang yang dilaporkan tersebut sebagian telah diterima KPK, dan sebagian lainnya sedang dalam proses dikirimkan oleh para pihak pelapor. Untuk laporan penerimaan gratifikasi berupa makanan telah disalurkan langsung sebagai bantuan sosial (bansos) kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Sebab, makanan merupakan produk yang tidak tahan lama.
“Sejumlah laporan tersebut terdiri dari 345 laporan penerimaan dan 28 laporan penolakan gratifikasi,” ujarnya.
Menurut Ipi, KPK masih terus menerima laporan gratifikasi lainnya. KPK mengapresiasi kepada para pihak-pihak, khususnya penyelenggara negara yang telah melaporkan adanya dugaan penerimaan gratifikasi lebaran 2023.
“KPK menyampaikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah melaporkan penerimaan maupun penolakan gratifikasi tersebut. Hal ini sebagai langkah awal untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Sebelumnya, KPK mengimbau kepada para penyelenggara negara agar tidak menerima apa pun yang berkaitan dengan gratifikasi pada momen Lebaran 2023. Imbauan itu disampaikan juga melalui Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi terkait Hari Raya.
“KPK terus mengajak masyarakat untuk menghindari praktik gratifikasi, baik sebagai pemberi maupun penerima, khususnya gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugasnya. Karena tindakan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan dan kode etik, serta memiliki risiko sanksi pidana,” ujarnya.