JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga uang korupsi terkait manipulasi dana tunjangan kinerja (tukin) pegawai Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) digunakan untuk membeli aset.
Atas dugaan tersebut, kemudian dikonfirmasi penyidik KPK ke saksi Sandra Angela Jeane Ester Berman seorang pegawai BUMN.
“Sandra Angela Jeane Ester Berman (pegawai BUMN), saksi hadir dan dugaan adanya pembelian aset menggunakan pencairan dana tukin fiktif,” ujar Ali Fikri selaku Kabag Pemberitaan KPK, melalui pesan singkatnya, Selasa (1/8/2023).
Selain itu, penyidik KPK juga mendalami soal teknis pembayaran tukin di Kementerian ESDM. Teknis pembayaran tukin itu didalami penyidik lewat dua saksi dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Kementerian ESDM, Mukti Lestari dan Kusmiarsih.
“Mukti Lestari dan Kusmiarsih (PNS pada Kementerian ESDM), kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan teknis pembayaran tukin di Kementerian ESDM,” terang Ali.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan 10 pegawai Kementerian ESDM sebagai tersangka korupsi pembayaran dana tunjangan kinerja (tukin). Para tersangka diduga bersekongkol jahat menggelembungkan dana tukin Kementerian ESDM hingga merugikan negara Rp27,6 miliar kurun waktu dua tahun.
Adapun, 10 pegawai Kementerian ESDM yang telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut yakni, Subbagian Perbendaharaan, Priyo Andi Gularso (PAG); Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Novian Hari Subagio (NHS); Staf PPK, Lernhard Febian Sirait (LFS); Bendahara Pengeluaran, Abdullah (A). Kemudian, Bendahara Pengeluaran, Christa Handayani Pangaribowo (CHP); PPK, Haryat Prasetyo (HP); Operator SPM, Beni Arianto (BA); Penguji Tagihan, Hendi (H); PPABP, Rokhmat Annashikhah (RA); dan Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi, Maria Febri Valentine (MFV).
Para pejabat perbendaharaan serta pegawai lainnya di lingkup bagian keuangan Direktorat Jenderal Mineral Kementerian ESDM tersebut diduga telah memanipulasi dan menerima pembayaran tunjangan kinerja yang tidak sesuai ketentuan. Di mana, dari jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya hanya dibayarkan Rp1.399.928.153, kemudian digelembungkan atau di mark up menjadi sebesar Rp29.003.205.373. Atas penggelembungan dana tersebut, terjadi selisih sebesar Rp27.603.277.720
Adapun rincian para tersangka mendapat keuntungan dari selisih tersebut dengan nominal berbeda-beda, yaitu :
- Priyo Andi Gularso Rp4,75 miliar;
- Novian Hari Subagio Rp1 miliar;
- Lernhard Febian Sirait Rp10,8 miliar;
- Christa Handayani Pangaribowo Rp2,5 miliar;
- Abdullah Rp350 Juta;
- Haryat Prasetyo Rp1,4 miliar;
- Beni Arianto Rp4,1 miliar;
- Hendi Rp1,4 miliar;
- Rokhmat Annashikhah Rp1,6 miliar;
- Maria Febri Valentine Rp900 juta.
Berdasarkan hasil penelusuran KPK, uang haram yang dikantongi para tersangka tersebut diduga digunakan untuk sejumlah keperluan. Di antaranya, untuk menyuap Pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejumlah sekitar Rp1,035 miliar. Kemudian, digunakan dalam rangka dana taktis untuk operasional kegiatan kantor.
Selanjutnya, digunakan untuk keperluan pribadi di antaranya, kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, pengobatan, serta pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlet, kendaraan, hingga logam mulia.