JAKARTA – Catur Prabowo (CP) selaku mantan Direktur Utama (Dirut) PT Amarta Karya dan kawan-kawannya (dkk) diduga telah menyamarkan uang hasil korupsi terkait pengadaan fiktif ke jasa asuransi.
Catur diduga menempatkan uang hasil korupsinya ke asuransi jasa dengan mengatasnamakan karyawan PT Amarta Karya. Dugaan itu saat ini sedang didalami tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat lima saksi. Kelima saksi itu yakni, Komisaris Utama PT Amarta Karya (PT Amka) periode 2017-2018, Waluyo Edi Suwarno dan Head of Risk and Compliance PT Prudential Sharia Life Assurance, Yeni Rahardja.
Kemudian, Head of AML and ABC PT Prudential Life Assurance, Dana Agriawan; serta dua Pegawai PT Amarta Karya, Yusarman dan Yusuf Ashari. Kedua saksi diduga mengetahui soal adanya penempatan uang hasil korupsi Catur Prabowo ke jasa asuransi.
“Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan penempatan aliran uang dari pengadaan fiktif PT Amka oleh tersangka CP dkk di bidang jasa asuransi dengan mengatasnamakan karyawan PT Amka,” ujar Ali Fikri selaku Kabag Pemberitaan KPK melalui pesan singkatnya, Senin (21/8/2023).
Sebagaimana diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan mantan Dirut PT Amarta Karya, Catur Prabowo dan eks Direktur Keuangannya, Trisna Sutisna sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya tahun 2018 sampai 2020.
Dalam perkara ini, diduga ada sekira 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya Persero yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna.
Di mana, sejumlah proyek tersebut di antaranya, pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur. Kemudian, pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta. Selanjutnya, pembangunan laboratorium bio safety level tiga di Universitas Padjajajran (Unpad).
KPK menyebut uang yang diterima Catur Prabowo dan Trisna Sutisna diduga digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf, dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya.
Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian sekira Rp46 miliar. KPK saat ini masih terus menelusuri aliran uang ke pihak-pihak lainnya. Diduga banyak pihak yang kecipratan dana haram proyek tersebut.
Atas perbuatannya, Catur disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.