Beranda Pustaka Mengenal dan Memahami Hukum Waris Perdata

Mengenal dan Memahami Hukum Waris Perdata

Ilustrasi. (Antar foto)

Majalahhukum.com – Negara Indonesia terdapat tiga macam hukum waris yaitu hukum waris perdata, hukum waris islam dan hukum waris adat. Maka dari itu Indonesia dikenal dengan Pluralisme Hukum Waris (beraneka ragam hukum waris).

Berikut akan dijelaskan mengenai hukum waris perdata yang secara singkat dipaparkan oleh majalah hukum.

HUKUM WARIS PERDATA

Hukum waris perdata dalam ilmu hukum merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pengaturan mengenai hukum waris tersebut dapat dijumpai dalam pasal 830 sampai dengan pasal 1130 KUH Perdata.

Secara umum, hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai kedudukan harta dan kekayaan seseorang setelah meninggal dunia dan mengatur mengenai cara-cara berpindahnya harta kekayaan tersebut kepada orang lain.

Hukum waris perdata adalah hukum waris yang memiliki julukan lain sebagai Hukum Waris Barat, maka hukum ini dipakai oleh masyarakat non muslim. Begitu juga diterapkan pada masyarakat berketurunan Tionghoa maupun Eropa.

Pihak yang berhak menjadi ahli waris menurut hukum perdata telah di atur dalam Pasal 832 KUHPerdata. Dimana dalam peraturan tersebut dijelaskan secara rinci mengenai siapa saja yang berhak menjadi ahli waris di dalam hukum perdata.

Menurut hukum perdata sendiri ahli waris merupakan keluarga sedarah, baik yang sah menurut Undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama. Bila keluarga sedarah dan suami atau istri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.

Unsur-Unsur Waris Menurut Hukum Waris Perdata adalah adanya pewaris, adanya harta warisan, dan adanya ahli waris.

Dalam hukum waris Perdata ahli waris yang berhak menerima harta warisan juga dibagi menjadi beberapa golongan, antara lain:

Golongan I

Golongan I adalah suami/istri yang hidup terlama dan anak atau keturunannya. Jadi jika orang yang mewariskan memiliki istri atau suami yang masih hidup, maka dia yang paling utama menjadi pewaris.

Golongan II

Jika istri/suami dan keturunan tidak ada, maka yang berhak menjadi pewaris adalah kelompok golongan dua yang dimana di dalamnya terdapat orang tua dan saudara kandung pewaris. Jika orang tua masih ada, maka orang tua yang diutamakan jadi pewaris. Sedangkan jika orang tua juga sudah tidak ada, maka saudara kandungnya yang paling berhak menjadi pewaris.

Golongan III

Jika yang dimaksudkan dalam golongan II juga tidak ada, maka yang menjadi pewaris adalah kelompok golongan ketiga dimana didalamnya terdapat keluarga dalam garis lurus ke atas, sesudah bapak dan ibu. Yang dimaksud garis lurus ke atas ini adalah pihak kakek dan nenek, baik dari pihak ayah maupun pihak ibu.

Golongan IV

Golongan empat merupakan golongan yang di dalamnya terdapat paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Sistem Hukum Waris Perdata.

Selain berdasarkan hubungan darah ataupun tali perkawinan. Pembagian waris menurut hukum perdata juga dapat berlaku atas dasar sistem penerapannya. Dimana terdapat dua sistem penerapan yang saat ini bisa Anda gunakan. Sistem tersebut adalah Sistem Ab Intestato dan juga Sistem Testamentair.

Sifat Hukum Waris Perdata

  1. Sifat Perseorangan

Sifat perseorangan ini adalah mereka yang bukan kelompok ahli waris, yaitu individu atau perorangan. Mereka menjadi ahli waris tetapi bukan tergolong dalam kelompok suku maupun keluarga.

  1. Sifat Bilateral

Sifat bilateral adalah sifat yang merujuk pada ahli waris dapat mewarisi 2 pihak. Jadi tidak hanya berhak mewarisi dari ayahnya, tetapi juga dari ibunya.

Hukum waris perdata bersifat bilateral juga berlaku pada saudara laki – laki mewarisi dari saudara laki ataupun perempuannya. Baik itu saudara sekandung ataupun saudara tiri.

  1. Sifat Penderajatan

mengarah pada ahli waris di mana derajatnya lebih dekat pada pewaris. Oleh sebab itu dapat menutupi peluang ahli waris yang derajatnya lebih jauh.

Oleh sebab itu, penderajatan ini dikenal akan ungkapan siapa keluarga sedarah paling dekat, maka warisannya bisa dia dapatkan, sifat ini sesuai hukum- hukum waris perdata dengan Sistem Ab Intestato.