JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Nurdin Halid selaku Wakil Ketua Umum Partai Golkar sebagai saksi pada Selasa (12/12/2023).
Tim penyidik mencecar dia mengenai dugaan akses pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) melakukan hakim agung nonaktif, Gazalba Saleh.
“Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya akses pengurusan perkara melalui jalur tersangka GS (Gazalba Saleh),” ujar Ali Fikri selaku Kabag Pemberitaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/12/2023).
Adapun KPK kembali menahan Gazalba Saleh atas dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia diduga menerima gratifikasi terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Ini merupakan penahanannya yang kedua usai divonis bebas dalam perkara suap.
“Sebagai bukti permulaan awal di mana dalam kurun waktu 2018 sampai dengan 2022 ditemukan adanya aliran uang berupa penerimaan gratifikasi sejumlah sekitar Rp 15 miliar,” ujar Asep Guntur selaku Direktur Penyidikan KPK dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (30/11/2023) malam.
Gazalba diduga menerima gratifikasi salah satunya terkait penanganan kasasi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Selain Edhy, dia juga diduga memperoleh gratifikasi karena telah mengatur perkara korupsi di PT Asabri yang menjerat mantan Komisaris PT Sekawan Inti Pratama Reiner Abdul Latief, dan kasus pungutan liar bongkar muat batu bara di Muara Jawa dan Pelabuhan TPK Palaran yang dilakukan eks anggota DPRD Samarinda Jaffar Abdul Gaffar.
“Dari pengondisian isi amar putusan tersebut, GS menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi, di antaranya untuk putusan dalam perkara kasasi dengan terdakwa Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief, dan peninjauan kembali dari terpidana Jafar Abdul Gaffar,” ujar Asep.
Gazalba diduga menggunakan uang hasil gratifikasi itu untuk membeli sejumlah aset. Perinciannya, yakni pembelian satu unit rumah secara tunai di wilayah Cibubur, Jakarta Timur, dengan harga Rp 7,6 miliar; satu bidang tanah dan bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan seharga Rp 5 miliar.
“Didapati pula adanya penukaran sejumlah uang ke beberapa money changer menggunakan identitas orang lain yang nilainya hingga miliaran rupiah,” ujar Asep.
Diketahui, Gazalba tidak pernah melaporkan gratifikasi itu kepada KPK dalam waktu 30 hari sejak diterima. Dia juga tidak mencantumkan aset-aset bernilai ekonomis lainnya dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) miliknya.
Sebelumnya, KPK sudah menahan Gazalba Saleh terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas Gazalba Saleh. Ia dinilai tidak bersalah dalam kasus tersebut.
Gazalba Saleh sendiri didakwa menerima uang sebesar 20 ribu dolar Singapura untuk pengurusan perkara kasasi pidana terhadap pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Budiman Gandi. Uang yang berasal dari penggugat Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma ini diberikan pengacara mereka Yosef Parera dan Eko Suparno kepada Desy Yustria sebesar 110 ribu dolar Singapura.
Atas vonis bebas itu, KPK mengajukan kasasi ke MA. Namun, MA menolak kasasi tersebut pada Kamis (19/10/2023). Lewat putusan ini, Gazalba Saleh resmi menghirup udara bebas. Sebab, kasasi merupakan upaya hukum terakhir yang bisa dilakukan KPK selaku aparat penegak hukum.
“Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi,” ucap Hakim Agung Ketua Dwiarso Budi Santiarto ketika membacakan putusan.
Putusan perkara nomor: 5241 K/Pid.Sus/2023 itu diketok oleh Dwiarso Budi Santiarto sebagai hakim agung ketua. Sedangkan Sinintha Yuliansih Sibarani dan Yohanes Priyana duduk sebagai hakim agung anggota.