JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada perintah dari Nurdin Abdullah mantan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) untuk menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel.
Suap tersebut untuk memanipulasi audit laporan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel yang tidak wajar.
Dugaan adanya perintah dari Nurdin Abdullah tersebut didalami penyidik KPK lewat empat saksi, yaitu anggota DPRD Sulsel, Rudy Pieter Goni; dua PTT Bidang Bina Marga PUPR Sulsel, Fariz Akbar dan Andi Muh Guntur Dachlan; serta pihak swasta, Usman Marham. Mereka diduga tahu soal dugaan perintah Nurdin Abdullah itu.
“Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan perintah Nurdin Abdullah (Gubernur Sulsel) melalui orang kepercayaannya untuk mengumpulkan sejumlah uang agar dapat memanipulasi temuan audit BPK Perwakilan Sulsel menjadi tidak ada temuan,” ujar Ali Fikri selaku Kabag Pemberitaan KPK melalui pesan singkatnya, Senin (24/7/2023).
Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pemeriksaan laporan keuangan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemerintah Provinsi Sulsel tahun anggaran 2020.
Kelima tersangka tersebut adalah mantan Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara (Sultra), Andy Sonny (AS) dan tiga auditor BPK di Sulawesi, yaitu Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM); Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW); serta Gilang Gumilar (GG). Mereka ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Satu tersangka pemberi suap adalah mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel, Edy Rahmat (ER). Penetapan kelima tersangka tersebut merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang menjerat mantan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat. Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat telah divonis bersalah atas kasusnya.
Dalam perkara ini, empat pemeriksa BPK di Sulawesi tersebut diduga menerima suap hampir Rp3 miliar dari Sekretaris Dinas PUTR Sulsel, Edy Rahmat (ER). Yohanes, Wahid, dan Gilang diduga menerima jatah suap Rp2,8 miliar yang dibagi tiga. Sementara Andy Sonny diduga kecipratan senilai Rp100 juta guna mengurus kenaikan jabatan di BPK.
Edy Rahmat menyuap para pegawai BPK tersebut berkaitan dengan pemeriksaan laporan keuangan pada Dinas PUTR Sulsel tahun 2020. Para pemeriksa BPK diduga diminta Edy untuk memanipulasi laporan keuangan Dinas PUTR agar tidak ada temuan.
Temuan dari Yohanes Binur Haryanto Manik antara lain adanya beberapa proyek pekerjaan yang nilai pagu anggarannya diduga di-mark up dan hasil pekerjaannya diduga tidak sesuai dengan kontrak.
Atas perbuatannya, Edy Rahmat disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang -Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara Andy, Yohanes, Wahid, dan Gilang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.