Bandung, MH – Polemik mengenai pendirian Universitas Taruna Bakti kembali mencuat setelah adanya dugaan penggunaan lahan yang tidak sesuai untuk syarat pendirian perguruan tinggi tersebut. Informasi ini berkaitan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor: 509/E/O/2024 yang diterbitkan pada 24 Juli 2024.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh tim pelitaindo.news, muncul sejumlah pertanyaan mengenai legalitas lahan yang digunakan sebagai syarat pendirian universitas tersebut. Yayasan Taruna Bakti diketahui membeli lahan seluas 10.710 m² yang berlokasi di Jalan A.H. Nasution No. 78, Cigending, Kota Bandung, pada akhir tahun 2023. Namun, terdapat indikasi kuat bahwa lahan tersebut salah objek atau salah lokasi.
Dugaan Kesalahan Lokasi Lahan
Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber menyebutkan bahwa tanah yang dibeli Yayasan Taruna Bakti dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 568 dan SHGB Nomor 567 memiliki riwayat kepemilikan yang berbeda dengan lokasi yang diduduki saat ini. Tanah tersebut diduga berasal dari Persil 222 D.III dan Persil 51 D.I, namun kini menempati tanah dengan Persil Nomor 251 D.I Kohir 397 atas nama Bahroem bin Tajib.
Dugaan ini diperkuat oleh sejumlah dokumen, termasuk: Keterangan tertulis dari Lurah Cigending, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung; Keterangan tertulis dari Camat Ujungberung, Kota Bandung; Keterangan tertulis dari Kepala Desa Melatiwangi, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung; Buku Tanah Letter C Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung; Kikitir Padjeg Bumi tahun 1940.
Potensi Sengketa Hukum
Ahli waris Bahroem bin Tajib melalui kuasa hukumnya telah mengirimkan surat somasi pada 15 November 2023 dan surat ajakan berunding pada 17 Desember 2024 kepada Yayasan Taruna Bakti. Namun, hingga saat ini, Yayasan Taruna Bakti belum memberikan tanggapan terhadap somasi tersebut. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa yayasan mengabaikan ajakan klarifikasi dan penyelesaian secara musyawarah.
Dalam konteks ini, muncul pertanyaan terkait langkah yang akan diambil oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah IV dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI jika lahan yang digunakan sebagai syarat pendirian Universitas Taruna Bakti terbukti tidak sesuai secara legal. Masyarakat dan para pemangku kepentingan menantikan tanggapan resmi dari pihak berwenang untuk memastikan objektivitas pemberitaan serta mencegah potensi sengketa jangka panjang.
Menanggapi pelitaindo.news, Kepala LLDIKTI Wilayah IV Dr. Lukman, S.T., M.Hum melalui jawaban tertulis mengatakan Yayasan Taruna Bakti telah menyiapkan lahan untuk lokasi kampus Universitas Taruna Bakti di Kota Bandung dan telah memenuhi syarat minimal luas lahan Universitas sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Bila diduga terdapat salah lokasi terhadap lahan untuk lokasi kampus Universitas Taruna Bakti atau terdapat hal lain yang menimbulkan ketidakjelasan mengenai lahan tersebut, Saudara dapat melakukan pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN)“, imbuhnya.
Kuasa hukum ahli waris H. Bahroem, Bernard Simamora, S.Si., S.IP., S.H., M.H., M.M. yang dihungi terpisah mengatakan, jika lahan yang menjadi syarat pendirian Universitas Taruna Bakti itu SHGB Nomor 568 dan SHGB Nomor 567, jelas salah lokasi lahan, karena lahan tersebut memiliki nomor Persil 251 D.I atas nama H. Bahroem, sedangkan Persil 222 D.III atas mana Mohammad Sobandi dan Persil 51 atas nama Ny. Sukaesih sebagaimana dalam Sertifikat asal dari SHGB Nomor 568 dan SHGB Nomor 567 yang nyatanya berada di lokasi lain, bahkan salah satunya di Kabupaten Bandung.
“Universitas Taruna Bakti harus meninggalkan lahan nomor Persil 251 D.I atas nama H. Bahroem. Universitas Taruna Bakti kami persilahkan menduduki lahan sendiri sesuai SHGB yang diajukan sebagai syarat pengurusan izin operasionalnya sebagai Universitas yaitu SHGB Nomor 568 (Persil 222 D.III ) dan SHGB Nomor 567 (Persil 51)”, tandasnya.
Bernard Simamora menghimbau pemilik dan pimpinan Yayasan Taruna Bakti tidak berlama-lama bungkam, karena karakteristik dunia pendidikan bersifat objektif, jujur, apa adanya, terbuka, dan bisa melakukan validasi, verifikasi dan mengakui kebenaran yang telah dibuktikan validitasnya, ayolah!
Namun hingga berita ini diturunkan, pihak Yayasan Taruna Bakti belum memberikan pernyataan resmi terkait isu ini, alias bungkam. Redaksi pelitaindo.news akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan memberikan pembaruan sesuai dengan fakta yang diperoleh. (Anas)