Oleh: Bernard Simamora, Caleg DPR RI Pemilu 2024 Dapil Sumatera Utara II
Diketahui, beberapa perangkat desa di berbagai daerah diduga melakukan mobilisasi dukungan terhadap caleg, capres dan cawapres tertentu. Tidak hanya di Jakarta, tetapi mobilisasi itu juga terjadi di daerah, seperti di Jawa Timur.
Perlu diingat, bahwa kepala desa dan perangkat desa dilarang melakukan politik praktis. Regulasinya diatur dalam Pasal 280, 282, dan 490 UU No 7/2017 tentang Pemilu. Pelanggar bisa dipidana, baik penjara maupun denda.
Dalam Pasal 280 ayat (2), disebutkan bahwa perangkat desa termasuk ke dalam pihak yang dilarang diikutsertakan oleh pelaksana dan atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu. Selain tidak boleh diikutsertakan dalam kampanye, perangkat desa dilarang menjadi pelaksana dan tim kampanye pemilu, sebagaimana dijelaskan dalam ayat (3).
Dalam Pasal 494 dijelaskan bahwa setiap aparatur sipil negara, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud Pasal 280 ayat (3), dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Pasal 282 memuat aturan tentang larangan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye. Sanksinya disebutkan dalam Pasal 490, yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Sebagai warga negara yang baik, kita memiliki hak dan kewajiban untuk memilih wakil rakyat dalam pemilihan umum. Namun, seringkali terjadi bahwa kepala desa atau pejabat pemerintahan lainnya mencoba mengarahkan masyarakat untuk memilih calon legislatif (caleg) tertentu.
Hal ini sebenarnya tidaklah benar dan melanggar prinsip demokrasi. Kepala desa atau pejabat pemerintahan hanya bertugas untuk memimpin dan mengurus administrasi desa, bukan untuk mempengaruhi pilihan politik masyarakat.
Sebagai masyarakat, kita memiliki hak untuk memilih wakil rakyat yang kita anggap memiliki kompetensi dan integritas yang baik. Tidak boleh ada pihak yang memaksa atau mengintimidasi kita dalam memilih caleg tertentu. Pemilihan harus berdasarkan pada pertimbangan yang objektif dan tidak dipengaruhi oleh tekanan dari pihak manapun.
Lebih lanjut, kepala desa yang mengarahkan masyarakat memilih caleg tertentu juga melanggar etika dan kode etik pelayanan publik. Sebagai pejabat pemerintahan, mereka seharusnya netral dan tidak memihak kepada satu calon atau partai politik tertentu. Tindakan seperti ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa dan mengganggu proses demokrasi yang seharusnya adil dan transparan.
Jadi, sebagai masyarakat, kita harus menyadari bahwa kepala desa tidak berhak mengarahkan kita dalam memilih caleg tertentu. Pemilihan adalah hak kita sebagai warga negara dan harus dilakukan dengan kebebasan dan kebijaksanaan kita sendiri. Kita harus memilih caleg berdasarkan pada pertimbangan yang objektif dan memilih mereka yang mampu mewakili aspirasi dan kepentingan kita sebagai masyarakat.
Bernard Simamora, seorang advokat, kolumnis, youtuber wirausahawan, dan pegiat pendidikan.