JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan pasangan suami istri sebagai tersangka dugaan korupsi pemotongan anggaran serta penerimaan suap. Mereka adalah Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat (BBSB) dan istrinya, Ary Egahni (AE) yang diduga mengantongi uang korupsi maupun suap sebesar Rp8,7 miliar.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan lembaga antirasuah itu bahwa uang haram Ben Brahim dan Ary Egahni digunakan untuk ongkos politik keduanya. Ben Brahim menggunakan uang haram tersebut untuk maju di Pemilihan Bupati (Pilbup) Kapuas dan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Tengah.
“Fasilitas dan sejumlah uang yang diterima kemudian digunakan BBSB antara lain untuk biaya operasional saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas, pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah,” ujar Johanis Tanak selaku Wakil Ketua KPK, Selasa (28/03/2023).
Istri Ben Brahim, Ary Egahni yang merupakan anggota Komisi III DPR Fraksi Nasdem juga turut menggunakan uang haram tersebut untuk ongkos politiknya. Dia menggunakan uang haram tersebut untuk maju di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019
“Termasuk untuk keikutsertaan AE yang merupakan istri BBSB dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI di tahun 2019,” ujar Johanis.
Dalam kasus ini, Ben Brahim dan istrinya bekerja sama untuk memperkaya diri dengan meminta para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Kapuas memenuhi fasilitas serta kebutuhan pribadinya. Sumber uang tersebut berasal dari berbagai pos anggaran resmi yang ada di SKPD Kapuas. Ben Brahim juga diduga menerima suap dari pihak swasta di Kabupaten Kapuas.
Adapun uang suap yang diterima Ben berkaitan dengan pemberian izin lokasi perkebunan di Kabupaten Kapuas. Tak hanya uang, Ben diduga juga meminta para pengusaha menyiapkan massa untuk kepentingannya maju di Pilbup Kapuas hingga Pilgub Kalteng. Bahkan, para pengusaha di Kapuas juga diminta menyiapkan massa untuk kepentingan istri Ben maju di Pileg 2019.
“BBSB juga meminta pada beberapa pihak swasta untuk menyiapkan sejumlah massa saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas, pemilihan Gubernur Kalteng dan AE saat maju dalam pemilihan anggota DPR RI,” pungkasnya.
Atas perbuatannya, pasutri itu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.