JAKARTA – Banding yang diajukan terdakwa kasus korupsi suap proyek, yakni Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin dikabulkan Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan banding, MA memotong masa tahanan Terbit dari 9 tahun menjadi 7,5 tahun.
MA meminta putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Nomor:35/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Jkt. Pst. tanggal 19 Oktober 2022 sepanjang mengenai pidana penjara yang dijatuhkan kepada masing-masing para terdakwa diubah.
“Terdakwa I Terbit Rencana Perangin Angin dengan pidana penjara selama 7 tahun dan 6 bulan serta pidana denda sejumlah Rp.3 ratus juta subsider pidana kurungan pengganti selama bulan kurungan,” tulis putusan MA yang dikutip Kamis, (16/2/2023).
MA juga memotong masa tahanan terdakwa lainnya Kepala Desa Balai Kasih, Iskandar Perangin Angin yang merupakan kakak kandung Terbit menjadi enam tahun penjara dari vonis 7,5 tahun.
“Terdakwa II Iskandar Perangin Angin dengan pidana penjara selama enam tahun dan pidana denda sejumlah Rp3 ratus juta subsider pidana kurungan pengganti selama 5 tahun kurungan,” tulis putusan MA.
MA juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Terbit berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah Terdakwa selesai menjalani pidana pokok.
“Menetapkan lamanya pidana penjara yang dijatuhkan dikurangkan seluruhnya dengan masa penahanan yang telah dijalani para Terdakwa. Memerintahkan para Terdakwa tetap berada dalam tahanan,” tulis putusan MA.
Sebagaimana diketahui, Terbit Rencana Perangin Angin dan kakak kandungnya yang merupakan Kepala Desa Balai Kasih, Iskandar PA telah divonis bersalah atas kasus suap proyek di Pemkab Langkat.
Keduanya terbukti menerima suap sebesar Rp572 juta. Uang sebesar Rp572 juta tersebut berasal dari Direktur CV Nizhami, Muara Perangin Angin. Atas perbuatannya tersebut, hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp.300 juta subsider lima bulan kurungan terhadap Terbit Rencana Perangin-angin. Selain itu, Terbit juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih sebagai pejabat publik selama lima tahun setelah menjalani pidana penjara.