BANDUNG (majalahukum.com) – Saat ini, Indonesia sedang dalam masa pemulihan (recovery) ekonomi pasca pandemi. Pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai kebijakan, termasuk langkah efisiensi anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025. Inpres ini mengatur efisiensi belanja dalam APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, dengan target penghematan sebesar Rp306,69 triliun. Rinciannya mencakup anggaran Kementerian/Lembaga sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp50,59 triliun.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I tahun 2025 tercatat sebesar 4,98%, sedikit lebih tinggi dibandingkan angka nasional yang berada di angka 4,87%.
Ketua Presidium CORONG JABAR—sebuah perhimpunan politisi, aktivis, akademisi, dan lintas profesi—Yusuf Sumpena, SH., Sp.M (akrab disapa Kang Iyus), menyatakan bahwa setiap kebijakan memiliki sisi positif dan negatif. Oleh karena itu, pengambilan keputusan harus melalui analisis makro dan manajerial yang hati-hati agar tidak menghambat pertumbuhan sektor usaha maupun sektor lainnya.
“Efisiensi itu program yang sangat bagus, terutama untuk mengalihkan pemanfaatan anggaran agar lebih efektif sesuai kebutuhan penting dan mendesak. Namun, kebijakan ini harus ditindaklanjuti secara bijak, cerdas, transparan, dan akuntabel, khususnya oleh pemerintah provinsi, karena regulasi di tingkat provinsi akan linier ke pemerintah kota dan kabupaten,” tegas Kang Iyus.
Pada tahun anggaran 2025, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan efisiensi sebesar Rp5,1 triliun. Dana hasil efisiensi ini dialokasikan untuk program prioritas seperti pembangunan infrastruktur, penyediaan sambungan listrik, dan renovasi rumah warga miskin. Meski demikian, terdapat sektor-sektor usaha yang terdampak cukup signifikan, seperti sektor perhotelan dan pariwisata.
Saat ini terdapat sekitar 620 hotel berbintang dan 2.570 hotel non-berbintang di Jawa Barat yang turut terdampak. Selain itu, sektor destinasi wisata, industri pabrikasi, UMKM, serta pedagang kaki lima juga merasakan dampaknya. Penurunan daya kunjung dan daya beli masyarakat dinilai sangat memprihatinkan. Kondisi ini bahkan dikhawatirkan dapat memicu gelombang PHK dan bangkrutnya banyak pelaku UMKM.
Menanggapi situasi tersebut, Kang Iyus memberikan sejumlah saran kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Saya menyarankan agar program wisata pelajar, perjalanan dinas, dan kegiatan-kegiatan lain yang memerlukan tempat khusus seperti hotel tetap dilaksanakan, namun dibatasi hanya di wilayah Jawa Barat. Ini penting agar perputaran ekonomi di daerah tetap berjalan. Ini juga bisa dilakukan tanpa membebani anggaran daerah maupun orang tua siswa—misalnya dengan menabung sejak awal tahun atau solusi kreatif lainnya, tanpa harus pinjam ke pinjol,” ucapnya.
Khusus untuk siswa kelas 6 SD, kelas 9 SMP, dan kelas 12 SMA/SMK, ia menyarankan agar tetap ada kegiatan kunjungan atau wisata edukatif di dalam provinsi sebagai bentuk dukungan terhadap sektor usaha lokal.
Ia juga menekankan pentingnya evaluasi terhadap regulasi yang dinilai menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi, khususnya di sektor usaha.
“Kita perlu mencari solusi dan inovasi agar kebijakan efisiensi tetap berjalan, namun sektor usaha pun bisa bertahan dan tumbuh. UMKM di sekitar destinasi wisata harus didukung agar tetap hidup,” pungkas Kang Iyus. (Redaksi/Nas)