JAKARTA – Pinjaman online ilegal semakin marak. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hanya ada 103 fintech berizin atau pinjaman online legal pada 2023. Sementara itu, angka pinjol ilegal jauh lebih besar.
Satuan Tugas Pemberantasan Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) menemukan dan telah melakukan pemblokiran terhadap 337 pinjol ilegal yang berbentuk website dan aplikasi per November 2023.
“Maraknya pinjaman online terutama yang tak berizin ini, langkah-langkah mitigasi yang cermat perlu dilakukan,” ujar Dirjen Aptika Kominfo Semuel Abrijani saat webinar Ngobrol Bareng Legislator (Ngobras) dengan tema Waspada Pinjaman Online yang diselenggarakan Kominfo dan Komisi I DPR, Sabtu (27/1/2024).
Untuk mencegah korban pinjaman online ilegal, Samuel terus mempromosikan literasi digital kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Anggota Komisi I DPR Subarna menjelaskan akses yang mudah pada pinjol membuat timbulnya banyak masalah baru karena sejumlah faktor di masyarakat. Salah satunya kurang bijaknya penggunaan fasilitas finansial. Hal ini, menurut Subarna, bisa dimitigasi dengan memahami kebutuhan dan keuangan pribadi dan mencari info legalitas dan produk fintech yang terpercaya.
“Kelompok masyarakat yang paling berbahaya dalam menggunakan jasa pinjaman online ini adalah orang yang belum tersentuh sama sekali dengan literasi digital,” ujarnya.
Dosen Universitas Islam Jakarta, Muhammad Qadhafi menyatakan pinjol sebenarnya bukan anugerah tapi awal dari musibah. Qadhafi menyebut, maraknya pinjol didorong dari budaya konsumerisme yang dipertontonkan di media sosial. Kesenangan duit yang didapat sejatinya hanya sementara.
“Data terbaru menunjukkan 42% korban pinjol adalah guru. Lalu setelah itu diikuti oleh korban PHK dan ibu rumah tangga, pedagang, hingga pelajar. Qadhafi memberika sejumlah tips menggunakan pinjaman online dengan bijak,” ujarnya.
Pertama, pinjam sesuai kebutuhan. Kedua, pinjam untuk kegiatan produktif bukan konsumtif. Ketiga, baca dan pahami syarat dan ketentuan peminjaman. Keempat, hitung kemampuan diri untuk membayarkan pinjaman. Kelima, menggunakan pinjol yang terdaftar di OJK. Dosen Ilmu Hukum Universitas Agung Podomoro, Afdhal Mahatta, mengutip data OJK pada 2022 penyaluran dana fintech landing mencapai Rp18,72 triliun, naik dari tahun sebelumnya yakni Rp13,61 triliun.
“Perbedaaan mendasar antara pinjol legal dan ilegal. Pertama, pinjol ilegal memiliki alamat kantor, email, dan kontak yang tidak jelas. Kedua, pinjol ilegal menjanjikan kemudahan pinjaman bahkan pencairan dana kurang dari 15 menit,” ujarnya.
Ketiga, pinjol ilegal menyalin data pribadi, foto, dan kontak peminjam. Keempat, tingkat bunga 2-3% dan denda yang cukup tinggi, dan tidak transparan. Kelima, penagihan dilakukan dengan cara intimidasi.