JAKARTA – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) berharap, ke depannya narapidana terorisme (napiter) dapat diisolasi atau disel terpisah dari Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) lainnya.
Hal tersebut untuk mencegah penyebaran serta berkembangnya paham radikalisme di dalam penjara.
“Idealnya kan pelaku tipiter (tindak pidana terorisme) benar-benar diisolasi. Satu sel satu orang dan tidak bisa berinteraksi, komunikasi, atau sosialisasi dengan WBP lainnya,” ujar Tubagus Erif Faturahman selaku Kabag Humas Kemenkumham, Jumat (09/12/2022).
Sebagaimana diketahui, terduga pelaku bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat, Agus Sujatno alias Agus Muslim merupakan mantan napiter. Agus Sujatno melakukan aksi bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar setelah setahun bebas dari Lapas Nusakambangan. Sebelumnya, Agus Sujatno ditangkap dan diadili terkait kasus bom di Cicendo, Kota Bandung, pada Februari 2017. Ia divonis bersalah atas kasus tindak pidana terorisme tersebut dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Ia kemudian bebas murni pada September 2021.
Namun ternyata, ia mengulangi perbuatannya. Bahkan kali ini, Agus nekat melakukan aksi bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar. Tubagus Erif mengakui, permasalahan napiter memang kompleks. Menurutnya, hukuman penjara tak menjamin pelaku terorisme bertobat.
“Dalam sistem bagaimana pun dan jenis pidana apapun (umum maupun khusus), tidak ada yang bisa menjamin bahwa orang yang pernah di penjara tidak akan mengulangi tindakannya kembali, termasuk terorisme,” ungkap Erif.
“Apalagi dalam kondisi lapas yang belum ideal, di mana pelaku tipiter masih disatukan dan berbaur dengan lainnya,” sambungnya.
Namun Erif mengklaim, Kemenkumham telah melakukan upaya maksimal dalam melakukan pembinaan terhadap para narapidana. Khususnya, narapidana kasus terorisme. Kemenkumham kata Erif, bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam program deradikalisasi terhadap para narapidana kasus terorisme agar tidak mengulangi perbuatannya.
“Berbagai program deradikalisasi sudah banyak dilakukan. Kajian-kajian perspektif religi agar mereka kembali ke jalan agama yang benar, damai dan toleranpun sudah. Pembinaan cinta dan bela negara juga dilakukan,” papar Erif.
“Soal apakah mereka benar-benar sadar atau hanya pura-pura, itu diluar kekuasaan Kemenkumham untuk mengetahuinya. Dan apabila mereka sudah menjalani masa tahanan, mau tidak mau mereka harus keluar,” tutupnya.