JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut estimasi kerugian negara terkait korupsi pengelolaan pertambangan timah oleh PT Timah Tbk di Provinsi Bangka mencapai ratusan triliun.
Kuntadi selaku Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengatakan, angka pasti nilai kerugian tersebut masih dalam penghitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Kasus timah itu, perkiraan kerugian negaranya sangat besar. Itu bisa ratusan T ya (triliun),” ujar Kuntadi saat ditemui wartawan di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Perkiraan kerugian negara tersebut, kata Kuntadi menjelaskan, karena dalam penghitungannya memasukkan aspek kerugian perekonomian negara, selain kerugian keuangan negara. “Indikasinya perekonomian negaranya juga masuk. Termasuk kerugian lingkungan dari kerusakan alamnya,” ujar Kuntadi.
Kuntadi menjelaskan, tim penyidikannya tak bisa melulu menjadikan kerugian keuangan negara sebagai objek pengusutan korupsi terkait dengan sumber daya alam. Dalam pengusutan kasus korupsi timah di Bangka, kata Kuntadi, penyidiknya juga menghitung dampak kerusakan alam, dan lingkungan dari aktivitas yang diduga sarat korupsi itu.
“Jadi memang kerugian itu (ratusan triliun) akumulasi yang tidak bisa dipisahkan antara kekayaan milik negara yang diambil secara tidak sah. Dan kerugian akibat dampak lingkungan dari aktivitasnya,” ujar Kuntadi.
Penyidikan korupsi timah ini dimulai sejak Oktober 2023. Sampai saat ini, sudah puluhan saksi diperiksa di Kejagung, Jakarta. Namun memang belum menetapkan satupun tersangka. Kuntadi pernah menerangkan, kasus korupsi timah ini, terkait dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk yang diserahkan kepada pihak swasta sejak 2015-2022.
“Diduga pengalihan IUP-IUP ini dilakukan dengan cara ilegal yang sangat merugikan negara,” ujar Kuntadi.
Dari pengelolaan oleh pihak swasta tersebut, menghasilkan timah yang dijual kembali ke PT Timah. “Jadi ini IUP 2015 sampai 2022, yang itu kita yakini sangat besar kerugian negaranya,” ujar Kuntadi.
Jampidsus Febrie Adriansyah pekan lalu mengungkapkan, penyidikan korupsi timah ini, ditaksir kerugian negaranya lebih besar dari perkara korupsi dan TPPU PT ASABRI. Dalam kasus ASABRI, nilai kerugian negaranya mencapai RP 22,7 triliun.
Febrie mengatakan, besarnya kerugian negara dalam kasus korupsi timah, karena penyidik bakal menerapkan sangkaan kerugian perekonomian negara selain kerugian keuangan negara. Febrie menerangkan, kerugian perekonomian negara dalam kasus itu, karena dari aktivitas pertambangan ilegal sudah merusak lingkungan.
“Kasus ini kerusakan lingkungannya sudah sangat berat. Anak-anak (penyidik) sudah melihat ke sana langsung. Nah ini, kita usut untuk pertanggungjawabannya dari pihak antara PT Timah-nya, dan pihak-pihak swastanya,” ujar Febrie.
Ia pun menerangkan, sudah meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung kerugian keuangan negara, dan kerugian perekonomian negara dalam kasus tersebut.
Meskipun belum menetapkan tersangka, sejumlah penyitaan di beberapa lokasi sudah dilakukan. Sepanjang November-Desember 2023 penyidik melakukan penyitaan terhadap uang ratusan miliar rupiah, dalam bentuk dolar AS sebesar 1,54 juta, dan mata uang lokal sebesar Rp 76,4 miliar.
Penyidik Jampidsus juga melakukan penyitaan berupa kepingan logam mulia emas seberat 1.062 gram. Pekan lalu, pun tim penyidik kembali melakukan penggeledahan di sejumlah tempat di sejumlah kantor pertambangan timah, dan menyita sejumlah barang bukti dokumen, dan elektronik.