Beranda Politik Food Estate Dinilai Program Gagal, Ini Faktanya

Food Estate Dinilai Program Gagal, Ini Faktanya

Food Estate Dinilai Program Gagal, Ini Faktanya -- Doc.antar foto/sumber

JAKARTA – Dalam Debat Cawapres pada Sabtu, 21 Januari 2024, food estate menjadi salah satu topik yang sering disebut oleh masing-masing Cawapres.

Mahfud MD menyebut proyek yang dirancang dan dilakukan oleh pemerintahan Presiden Jokowi yakni program food estate ini dinilai gagal.

“Bahkan konstitusi kita menyatakan bahwa sda harus dikelola dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sumber daya alam kita sangat kaya tapi pangan belum berdaulat petani makin sedikit tapi subsidi pupuk makin besar. Pasti ada yang salah. Petani makin sedikit, lahan makin sempit. Subsidi setiap tahun naik pasti ada yang salah,” ujar Mahfud dalam debat keempat Capres-Cawapres di Jakarta, Ahad.

Begitu juga dengan Cak Imin yang mengkritisi program ketahanan pangan ini justru memihak kepada para pengusaha besar, bukan kepada rakyat.

Berbeda dengan Mahfud MD dan Cak Imin, Cawapres lainnya Gibran Rakabuming Raka justru mengklaim food estate tersebut berhasil, salah satunya di Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, food estate bukan program gagal dan dari beberapa proyek yang sedang dikerjakan di beberapa daerah telah berjalan baik dan sesuai target.

“Food estate ini bukan proyek instan, butuh proses. Kenyataannya kita memiliki 10 juta hektare yang sebelumnya tidak dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Kami sekarang menggarap itu, butuh proses, butuh teknologi agar menjadi lahan produktif,” ujar Amran, Selasa (23/1/2024).

Arman mengatakan, di Kalimantan Tengah berhasil dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan hingga mampu panen padi dengan produktivitas 5 ton per ha.

“Food estate tersebut sudah berhasil panen. Food estate Gunung Mas juga sudah panen jagung seluas 10 hektare dan singkong seluas 3 hektare. Kita pantau terus lahan tersebut,” ujarnya.

Adapun kalangan aktivis lingkungan yang tergabung dalam Walhi, mengherankan pernyataan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman yang menyebut bakal panen singkong dan jagung di food estate Kabupaten Gunung Mas (Gumas), Kalimantan Tengah (Kalteng).

Untuk membuktikan pernyataan Mentan Amran itu, Walhi Kalteng mengecek langsung apakah tanaman singkong dan jagung di food estate Desa Tewai Baru, Kalteng sudah siap dipanen.

Hasil pengecekan pada Selasa pagi (23/1/2024), Bayu Herinata selaku Direktur Walhi Kalteng meragukan pernyataan sang mentan.

“Kami sudah ke lokasi dan mengecek. Katanya ada pemberitaan, ada statement dari Menteri Pertanian bahwa mereka akan panen lima hektare singkong dan delapan hektare jagung,” ujar Bayu, dikutip Rabu (24/1/2024).

Menurut Bayu, ternyata jagung yang disebut-sebut siap dipanen itu, malah tidak layak panen. Hanya saja, dari sisi umur memang seharusnya dipanen.

“Kami verifikasi di lapangan, itu bisa dibilang nggak layak untuk dipanen. Kondisinya memang dia sudah tua, jagung-jagung yang ditanam di polybag itu sudah tua dan umurnya memang siap panen,” terangnya.

Hanya saja, Bayu melanjutkan, jagung yang dihasilkan itu tidak layak dipanen dan tidak layak konsumsi.

“Kesimpulan kami itu, diperkuat melalui statement masyarakat yang kami temui. Kami wawancarai bahwa ini enggak bisa langsung dikonsumsi,” tambahnya.

Bahkan, jagung yang ditanam tersebut, kata Bayu, bukan merupakan bahan pangan yang bisa langsung dikonsumsi warga.

“Jagung yang ditanam ini bukan bahan pangan yang bisa langung dikonsumsi oleh masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang ada di sana,” ujarnya.

Bayu juga heran dengan pernyataan tim sukses dari paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran yang ngotot menyebut program food estate tidak gagal. Di Desa Tewai, sebelumnya ditanam singkong namun gagal tumbuh. Beberapa hari setelah Amnran Sulaiman ditunjuk sebagai mentan, menggantikan Syahrul Yasin Limpo, tanamannya diganti jagung.

“Mereka (Kementan) menanam lagi tepatnya pada 26 Oktober 2023. Mereka menanam jagung dan memang benar itu di dalam polybag,” tegasnya.

Menurutnya, ada beberapa juga yang ditanami singkong, namun ia mengaku kurang paham luasan detailnya.

“Mungkin dua atau tiga blok, saya kurang paham berapa hektarnya. Tapi kondisi itu sudah terjadi lebih dari dua tahun, saya bisa benarkan kalau lahan singkong itu mangkrak lebih dari dua tahun. Karena mereka buka pertama di akhir 2020, terus ditanam, mereka buka 700-an hektare lebih, ditanam hampir 300 hektare,” bebernya.

Selama tiga tahun itu, Bayu mengatakan, tidak ada singkong yang bisa dipanen, karena tanamannya gagal tumbuh. Wajarlah, lahan di Desa Tewai adalah gambut alias berpasir. Jika singkongnya tumbuh, ukurannya sangat kecil dan minim jumlahnya.