Beranda Sosialisasi MA Pecat 8 Hakim secara PDTH karena Perselingkuhan hingga Transaksi Perkara

MA Pecat 8 Hakim secara PDTH karena Perselingkuhan hingga Transaksi Perkara

MA Pecat 8 Hakim secara PDTH karena Perselingkuhan hingga Transaksi Perkara // Doc. Antar Foto/Sumber

Jakarta, MH – Mahkamah Agung (MA) memecat delapan Hakim MA secara tidak hormat selama periode 2017 hingga pertengahan 2022. Mereka dipecat karena berbagai masalah kode etik. Mulai dari perselingkuhan hingga transaksi perkara.

Binziad Kadafi selaku Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial (KY), mengatakan bahwa ini adalah bukti ketegasan MA dalam menindak hakim yang nakal.

“Kalau secara keseluruhan, sejak KY berdiri itu jumlahnya lebih banyak lagi,” ujarnya, Senin (5/4/2022).

Binziad mengungkapkan dari kurun waktu tersebut sebenarnya terdapat 15 hakim yang diajukan ke sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Dengan hasil rinciannya 8 hakim diberhentikan dari jabatannya, 1 hakim mengundurkan diri, dan 6 hakim dijatuhi sanksi berat lainnya.

“Rata-rata secara umum pelanggaran yang mereka lakukan itu ya kalau sampai ke MKH itu pelanggaran berat. Terutama terkait degan transaksi perkara, sama perselingkuhan. Perilaku (perselingkuhan) yang tidak patut dalam kehidupan rumah tangga, perselingkuhan,” jelasnya.

Binziad mengatakan, untuk hakim yang diberhentikan secara tak hormat ada yang diberikan tunjangan. Namun ada juga yang diberikan. Tergantung jenis pelanggaran yang dilakukan.

“Ada yang diberhentikan tanpa hak pensiun tapi ada juga dengan hak pensiun. Itu dari kadar kesalahannya yang dibuktikan dengan MKH itu,” katanya.

Sedangkan untuk hakim yang disanksi jenisnya yakni non palu selama 2 tahun. Binziad melanjutkan sanksi ini tak bisa dianggap enteng. Itu merupakan pukulan berat bagi hakim tersebut.

“Non palu itu berarti mereka statusnya sebagai hakim, tetapi mereka tidak memeriksa dan memutuskan perkara, dengan begitu mereka hanya terima gaji saja,” tuturnya.

Hakim yang mendapat sanksi non palu juga tidak mendapat tunjangan sebagai hakim. Padahal kata Binziad, tunjangan hakim adalah porsi mayoritas dari penghasilan yang diterimanya.

“Yang mendapat sanksi berat itu kemudian ada konsekuensi terhadap pengembangan kariernya, akan sulit dan menjadi terbatas untuk menjadi pimpinan pengadilan, hakim agung,” jelasnya.

Binzaid menambahkan KY sebagai Lembaga yang memantau MA tentunya mengapresiasi ketegasan tersebut. Terutama dalam upaya menjaga kepercayaan publik.