Jakarta, MH – 2 (dua) terdakwa Polisi yaitu Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella dalam kasus penembakan enam Laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek divonis lepas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam putusan hakim disebutkan adanya perbedaan antara putusan lepas dengan bebas. Pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) KUHPidana menerangkan mengenai bedanya putusan bebas dan lepas,
Kemudian, soal lepas, terbukti telah terjadi tindakan. Dalam kasus ini adalah penembakan terhadap enal Laskar FPI, namun, tidak memenuhi unsur pidana.
“kalau lepas itu adalah adanya suatu perbuatan, tapi ada beberapa hal. Bisa karena bukan pidana tapi juga bisa karena ada faktor lain. Karena ada unsur terpaksa, seperti sekarang ini,” ungkap Guru Besar Fakultas Hukum UNSOED Purwokerto, Hibnu Nugroho.
Hibnu tidak mempermasalahkan vonis lepas kepada dua polisi tersebut. Menurutnya secara normatif, tindakan tersebut beralasan membela diri. Selain itu, polisi memiliki standar operasional prosedur SOP penggunaan senjata api.
“Ini kan petugas, kecuali bukan petugas. Petugas standar SOP jelas, SOP menggunakan senjata jelas,” lanjut Hibnu.
Majelis Hakim mengungkapkan peristiwa penembakan Laskar FPI yang dilakukan Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella yang dinyatakan hakim sebagai pembelaan terpaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut keduanya dipenjara selama 6 tahun.
TENTANG PERTIMBANGAN HAKIM
“Majelis hakim berpendapat bahwa telah adanya serangan yang melawan hukum berupa perusakan dan penembakan yang dilakukan anggota FPI terhadap mobil yang ditumpangi Ipda Elwira, Yusmin, Faisal dan Fikri. Oleh karena itu, sebagai anggota Polri yang tugas, terpaksa melakukan pembelaan diri atas serangan tersebut dengan melakukan tindakan tegas terukur, yaitu dalam penembakan balasan terhadap mobil Chevrolet anggota FPI yang telah menembak terlebih dahulu meskipun sudah ada tembakan peringatan,” ucap Hakim.
Hakim juga menyebutkan tidak ahanya menyerang mobil yang ditumpangi dua terdakwa, anggota Laskar FPI itu juga mencekik salah satu anggota. Menurut hakim, ini adalah perbuatan melawan hukum.
“Menimbang pada pokok peristiwa kedua, Majelis Hakim berpendapat telah ada serangan yang melawan hukum dari anggota FPI yang dilakukan dengan cara mencekik, mengeroyok, menjambak, serta merebut senjata api terdakwa sehingga mendapatkan luka-luka sebagai tercatat dalam visum,” ucap Hakim.
Menurut Majelis Hakim, apabila keduanya tidak menembak anggota Laskar FPI, kemungkinan kedua terdakwalah yang menjadi korban.
Oleh karena itu, Hakim menilai perbuatan kedua terdakwa adalah pembelaan terpaksa yang melampaui batas. Hakim menilai kedua terdakwa seharusnya dibebaskan dari tuntutan Jaksa.
“Kesimpulan pokok peristiwa pertama sebagaimana telah diuraikan di atas dapat dikualifikasikan sebagai pembelaan terpaksa. Dan terhadap pembelaan terdakwa pada pokok peristiwa kedua dapat dikualifikasikan sebagai pembelaan terpaksa yang melampaui batas,” papar Hakim.
“Ssehingga kepada kedua terdakwa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban dengan dijatuhi pidana sehingga terdakwa harus dilepas dari segala tuntutan hukum,” tegas Hakim.