Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah salah satu undang-undang yang sangat penting dalam sistem hukum Indonesia. Dalam undang-undang ini, terdapat beberapa asas yang menjadi dasar utama dalam penerapan hukum pidana di Indonesia. Salah satu asas yang sangat penting adalah asas legalitas.
Apa itu Asas Legalitas?
Asas legalitas merupakan prinsip hukum yang menyatakan bahwa tidak ada perbuatan pidana dan tidak ada hukuman tanpa adanya dasar hukum yang jelas. Dalam konteks hukum pidana, asas legalitas mengatur bahwa seseorang hanya dapat dihukum jika perbuatannya melanggar ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang yang berlaku.
Asas legalitas juga dikenal dengan sebutan “nullum crimen, nulla poena sine lege” yang berarti tidak ada kejahatan dan tidak ada hukuman tanpa undang-undang. Hal ini berarti bahwa seseorang tidak dapat dihukum berdasarkan keputusan atau peraturan yang dibuat setelah perbuatan tersebut dilakukan. Hukuman hanya dapat diberikan jika perbuatan tersebut telah diatur dan dilarang secara tegas dalam undang-undang yang berlaku.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, asas legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Tidak ada kejahatan dan tidak ada hukuman, kecuali karena perbuatan yang dengan undang-undang diancam dengan pidana.” Hal ini menegaskan bahwa seseorang hanya dapat dihukum jika perbuatannya melanggar ketentuan-ketentuan pidana yang telah diatur dalam undang-undang.
Asas legalitas dalam undang-undang ini juga ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Perbuatan pidana hanya dapat dihukum jika perbuatan tersebut dilakukan dengan kesalahan dan melanggar ketentuan pidana yang ada.” Dalam hal ini, kesalahan merupakan unsur yang harus ada dalam suatu perbuatan pidana. Kesalahan ini harus dapat dibuktikan dan diatur dengan jelas dalam undang-undang.
Prinsip-Prinsip Asas Legalitas dalam Undang-Undang KUHP
Asas legalitas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP memiliki beberapa prinsip yang harus dipatuhi dalam penerapannya. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Nulla Poena Sine Lege
Prinsip ini menyatakan bahwa tidak ada hukuman tanpa undang-undang. Ini berarti bahwa seseorang tidak dapat dihukum jika perbuatannya tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang. Hukuman hanya dapat diberikan jika perbuatan tersebut telah diatur secara tegas dalam undang-undang yang berlaku.
2. Nullum Crimen Sine Lege
Prinsip ini menyatakan bahwa tidak ada kejahatan tanpa undang-undang. Ini berarti bahwa seseorang tidak dapat dianggap melakukan kejahatan jika perbuatannya tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang. Kejahatan hanya dapat diterapkan jika perbuatan tersebut telah diatur secara tegas dalam undang-undang yang berlaku.
3. Lex Certa
Prinsip ini menyatakan bahwa undang-undang harus jelas dan pasti. Ini berarti bahwa ketentuan-ketentuan pidana dalam undang-undang harus diatur dengan jelas dan tidak boleh bersifat ambigu. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat sehingga mereka dapat mengetahui dengan pasti perbuatan apa yang dilarang dan apa hukuman yang akan diterapkan jika melanggar ketentuan tersebut.
4. Lex Stricta
Prinsip ini menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan pidana harus diinterpretasikan secara ketat. Ini berarti bahwa jika terdapat keraguan dalam penafsiran suatu ketentuan pidana, maka penafsiran yang lebih menguntungkan bagi terdakwa harus dipilih. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak terdakwa dan mencegah adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum.
Penerapan Asas Legalitas dalam Praktik
Asas legalitas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP menjadi dasar utama dalam penerapan hukum pidana di Indonesia. Dalam praktiknya, penerapan asas legalitas ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Penetapan Undang-Undang
Tahapan pertama dalam penerapan asas legalitas adalah penetapan undang-undang. Undang-undang yang mengatur tentang hukum pidana haruslah jelas dan tegas dalam menentukan perbuatan apa yang dianggap sebagai kejahatan dan apa hukuman yang akan diterapkan. Undang-undang ini harus melalui proses legislasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk DPR dan pemerintah.
2. Penafsiran Undang-Undang
Tahapan kedua adalah penafsiran undang-undang. Penafsiran ini dilakukan oleh hakim dalam proses peradilan. Hakim harus memastikan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa benar-benar melanggar ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang. Jika terdapat keraguan dalam penafsiran undang-undang, maka penafsiran yang lebih menguntungkan bagi terdakwa harus dipilih.
3. Penerapan Hukuman
Tahapan terakhir adalah penerapan hukuman. Hukuman hanya dapat diberikan jika terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan pidana yang telah diatur dalam undang-undang. Hukuman yang diberikan haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang.
Akhir Kata
Asas legalitas merupakan prinsip hukum yang sangat penting dalam penerapan hukum pidana di Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, asas legalitas diatur dengan jelas dan tegas. Asas ini memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan melindungi hak-hak terdakwa dalam proses peradilan. Oleh karena itu, penerapan asas legalitas haruslah dilakukan dengan sungguh-sungguh demi terciptanya keadilan dan kepastian hukum di Indonesia.
(Bernard Simamora, Kantor Hukum BSDR)