JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor) dalam kasus potek insentif pegawainya sendiri.
Penahanan tersebut berlangsung selama 20 hari ke depan.
Johanis Tanak selaku Wakil Ketua KPK mengaku sudah menemukan bukti yang memadai guna menetapkan Gus Muhdlor sebagai tersangka. Menurut penelusuran KPK, Gus Muhdlor diduga menikmati uang pemotongan dan penerimaan insentif aparatur sipil negara (ASN) di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.
“Selanjutnya dengan temuan tersebut, maka KPK tetapkan dan umumkan tersangka baru, AMA (Ahmad Muhdlor Ali),” ujar Tanak dalam konferensi pers di KPK, Selasa (7/5/2024).
Gus Muhdlor akan mendekam di rumah tahanan (Rutan) KPK dari 7 sampai 26 Mei 2024. Perkara dugaan korupsi yang menjerat Gus Muhdlor ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 25-26 Januari lalu. Potongan yang diminta Muhdlor beragam. Hitungannya diserahkan kepada dua tersangka sebelumnya.
“Besaran potongan yaitu 10 persen sampai dengan 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima,” ujar Johanis.
Gus Muhdlor akhirnya merespons KPK setelah melakukan pemanggilan ketiga. Sebab, Gus Muhdlor mangkir dalam dua kali panggilan KPK sebagai tersangka pada Jumat (3/5/2024) dan Jumat (19/4/2024). Gus Muhdlor baru menampakkan batang hidungnya di KPK setelah diancam bakal dijemput paksa.
Muhdlor disangkakan KPK melanggar Pasal 12 huruf f Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sebagai informasi, Gus Muhdlor menjadi tersangka ketiga yang dijerat KPK dalam kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif. Gus Muhdlor juga telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
Dalam kasus pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan BPPD Sidoarjo ini, awalnya baru ada dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Keduanya ialah Siska Wati (Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD, Sidoarjo), dan Ari Suyono (Kepala BPPD, Sidoarjo).
Dalam konstruksi perkaranya, bahwa pada tahun 2023, BPPD Sidoarjo memperoleh pendapatan pajak daerah sebesar Rp 1,3 triliun. Atas capaian tersebut, pegawai BPPD seharusnya berhak memperoleh insentif. Akan tetapi, insentif yang seharusnya mereka terima, secara sepihak dipotong, yang dimana disebutkan, pemotongan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Kepala BPPD Sidoarjo, namun lebih dominan diperuntukkan bagi kebutuhan Bupati.
Tercatat, total uang yang dipotong Siska mencapai Rp 2,7 miliar untuk periode 2023 saja. Sedangkan laporan pemotongan yang diterima KPK sudah terjadi sejak 2021. KPK menemukan uang Rp 69,9 juta dari total Rp 2,7 miliar yang dikumpulkan dalam OTT tersebut.
Dari penelusuran KPK, Ari Suryono menyuruh Siska Wati mengalkulasi nominal dana insentif yang diterima para pegawai BPPD. Nantinya dana itu dipotong diduga diperuntukkan bagi kebutuhan Ari dan Gus Muhdlor. Besaran potongan yaitu 10 persen sampai dengan 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.
KPK menduga Ari Suryono aktif mengatur pemberian potongan dana insentif kepada Muhdlor Ali. Pemberian itu diduga dilakukan lewat orang-orang kepercayaan Muhdlor Ali.