JAKARTA – Pemerintah resmi menyerahkan poin-poin revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). Padahal, DPR bersama pemerintah baru saja mengesahkan undang-undang tersebut pada 18 Januari 2022.
Suharso Monoarfa selaku Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menjelaskan, setidaknya ada sembilan pokok perubahan dalam revisi UU IKN.
Pertama adalah terkait kewenangan khusus Otorita Ibu Kota Nusantara. Kedua, soal pertanahan di wilayah IKN.
Poin ketiga adalah perubahan terkait pengelolaan keuangan yang dibagi tiga hal, yakni anggaran, barang, dan pembiayaan. Soal pengelolaan keuangan terkait anggaran dilatarbelakangi oleh anggaran dilakukan dikarenakan kedudukan Otorita IKN sebagai pengguna anggaran atau barang menyebabkan ketidakleluasaan dalam pengelolaan keuangan dan pembiayaan.
“Sehingga perubahan diperlukan untuk memberikan kewenangan Otorita sebagai pengelola anggaran dalam kedudukannya sebagai pemerintah daerah khusus,” ujar Suharso dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, Senin (21/8/2023).
Pengelolaan keuangan terkait barang dilakukan untuk memberikan kewenangan Otorita sebagai pengelola barang dalam kedudukannya sebagai pengelola pemerintah daerah khusus. Lalu, pengelolaan keuangan terkait pembiayaan diperlukan dalam pengalihan kedudukan Otorita dari pengguna menjadi pengelola anggaran/barang agar Otorita lebih mandiri.
Poin perubahan keempat adalah pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama. Perubahan tersebut dilatarbelakangi oleh kombinasi antara aparatur sipil negara (ASN) dan profesional non-birokrat untuk memerkuat pelaksanaan 4P (persiapan, pembangunan, pemindahan ibu kota negara, dan penyelenggaraan pemerintah daerah khusus IKN).
“Kalangan ASN lebih memiliki kapasitas dan kemampuan dalam sisi perencanaan dan birokrasi. Sedangkan kalangan profesional non-PNS dipandang dapat berperan dalam memberikan kontribusi berdasarkan pengalaman teknis dan kegiatan project development,” ujar Suharso.
Kelima, pemutakhiran delineasi wilayah yang dilatarbelakangi oleh Pulau Balang yang perlu dikeluarkan seluruhnya dari wilayah IKN dengan pertimbangan pengelolaan satu kesatuan ekosistem. Keenam, penyelenggaraan perumahan yang dilatarbelakangi oleh peran utamanya dalam 4P.
Dalam percepatan pemenuhan kebutuhan hunian, diperlukan pengaturan yang mengatur pemberian kesempatan bagi pengembang. Terutama untuk mengalihkan kewajiban hunian berimbang di luar IKN ke dalam wilayah IKN dengan pemberian intensif.
“Pelaksanaan hunian berimbang dengan memperhatikan RDTR IKN. Penggunaan dana konvensi hunian berimbang untuk percepatan pembangunan perumahan di IKN,” ujar Suharso.
Ketujuh, perubahan terkait pasal tata ruang. Perubahan tersebut diperlukan untuk menegaskan bahwa setiap bidang tanah di wilayah IKN wajib difungsikan sesuai dengan ketentuan penataan ruang. Juga diperlukan ketentuan tentang konsekuensi terhadap penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan penataan ruang berupa relokasi atau konsolidasi tanah.
Poin perubahan kedelapan adalah pengaturan terkait mitra kerja Otorita IKN yang bersifat pemerintah daerah khusus di DPR. Sebab, diperlukan adanya keterlibatan DPR sebagai representasi masyarakat untuk memastikan pengawasan terhadap penyelenggaraan 4P oleh Otorita.
“(Sembilan) Jaminan keberlanjutan, latar belakang perubahan didasarkan pada pemberian jaminan keberlanjutan pada investor bahwa kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota harus tetap dan terus dilakukan sampai dengan tujuan pemindahan ibu kota negara tercapai,” ujar Suharso.