Beranda Sosialisasi Pembahasan APBN 2023 pada Rapat Paripurna Tahunan 2022

Pembahasan APBN 2023 pada Rapat Paripurna Tahunan 2022

Ketua DPR RI Puan Maharani // Pembahasan APBN 2023 pada Rapat Paripurna Tahunan 2022 // Doc. Antar Foto/Sumber

Jakarta, MH – Rapat hari ini dilanjutkan membahas mengenai RAPBN 2023 di Gedung Nusantara, Jakarta Pusat.

Pemerintah dan DPR RI menetapkan asumsi makro pertumbuhan ekonomi pada 2023 berada di kisaran 5,3% hingga 5,9%. Asumsi ini ditetapkan dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) APBN Tahun Anggaran 2023.

Asumsi ini disampaikan Ketua DPR Puan Maharani dalam pidato pembukaan masa persidangan I tahun sidang 2022-2023.

“Pada masa sidang sebelumnya, DPR RI bersama pemerintah telah melakukan pembahasan Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal APBN Tahun Anggaran 2023 dengan asumsi makro pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,3% hingga 5,9%,” ungkap Puan, Selasa (16/8/202).

Dalam pidato tersebut, pemerintah juga mengasumsikan laju inflasi pada kisaran 2% hingga 4%, lalu pendapatan negara diperkirakan berada di angka 11,19% hingga 12,24% atas Produk Domestik Bruto (PDB).

Lalu, pendapatan perpajakan sebesar 9,3% hingga 10%, belanja negara sebesar 13,8% hingga 15,1%, kemudian defisit berada pada besaran 2,61% hingga 2,85%.

Menurut Puan, pemerintah telah mengantisipasi berbagai faktor global dan nasional yang dapat memberikan tekanan kepada kemampuan keuangan negara dalam melaksanakan APBN pada 2023.

Puan melanjutkan bahwa APBN 2023 perlu mengantisipasi berbagai dinamika global, konflik geopolitik, perkembangan kebijakan moneter global, stagflasi, perkembangan harga komoditas strategis (seperti minyak bumi).

Kemudian, kerentanan produksi pangan global, dan lain sebagainya yang dapat mempengaruhi kebijakan fiskal APBN dan ketahanan APBN, khususnya yang berkaitan dengan pendapatan negara, peningkatan belanja khususnya subsidi, serta pembiayaan defisit melalui SBN.

“APBN 2023 ini merupakan konsolidasi APBN kembali kepada defisit dibawah 3% PDB. Sehingga menempatkan pemerintah untuk dapat melakukan usaha terbaik dalam mengoptimalkan penerimaan negara, pilihan prioritas belanja, dan ruang pembiayaan yang semakin terbatas,” terang Puan.