Home Pidana Khusus Fakta Baru di Persidangan Rafael Alun : Pegawai Pajak Merangkap Konsultan Pajak

Fakta Baru di Persidangan Rafael Alun : Pegawai Pajak Merangkap Konsultan Pajak

Fakta Baru di Persidangan Rafael Alun : Pegawai Pajak Merangkap Konsultan Pajak -- Doc.antar foto/sumber

JAKARTA – Sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Rafael Alun Trisambodo mantan pejabat Ditjen Pajak mengungkap sejumlah fakta baru.

Dalam sidang yang telah berlangsung pada Senin (25/9/2023), Rafael diketahui memiliki kendali besar pada perusahaan jasa konsultan pajak ketika ia menjadi pejabat di Ditjen Pajak.

Padahal, aturan tertulis melarang pegawai Ditjen Pajak aktif bekerja sebagai konsultan pajak. Perusahaan konsultan pajak dalam kendali Rafael itu bernama PT Artha Mega Ekadhana (PT Arme).

Fakta tersebut disampaikan Ary Fadilah mantan pegawai Ditjen Pajak sekaligus ahli pajak PT Arme saat bersaksi untuk terdakwa Rafael. Mulanya, Ary mengakui pernah menjadi pegawai di Ditjen Pajak. Tapi Ary memilih meneruskan berkarir di konsultan pajak.

“Apakah di kode etik Ditjen Pajak ada mengatur terkait kode etik pegawai pajak tidak boleh mendirikan perusahaan konsultan pajak?” ujar JPU KPK dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (25/9/2023).

“Ada. Untuk mendapatkan izin itu salah satunya tidak bertugas sebagai pegawai Ditjen Pajak yang masih aktif,” jawab Ary.

Menurut kesaksian Ary, izin sebagai konsultan pajak baru diberikan jika orang tersebut sudah diberhentikan sebagai pegawai Ditjen Pajak. Ary menjamin aturan itu sudah berlaku puluhan tahun sejak dirinya bekerja hingga keluar dari Ditjen Pajak pada 2003.

“Itu sebelum saudara keluar di tahun 2003 di Ditjen Pajak sudah ada kode etik itu?” tanya JPU KPK.

“Sudah,” jawab Ary.

Lalu bagaimana dengan status Rafael Alun Trisambodo? Menurut kesaksian Ary, ternyata Rafael bermain di dua kaki dengan bekerja di Ditjen Pajak sekaligus konsultan pajak.

“Data karyawan PT Arme di sini ada nomor 1, Rafael Alun jabatan board of commissioners (dewan komisaris). Pada saat itu saudara mengetahui pada saat saudara sudah di PT Arme atau pada saat mendaftar?” tanya JPU.

“Pada saat di PT Arme,” jawab Ary.

Ary merasa baru mengetahui kejanggalan soal double job pekerjaan Rafael Alun saat sudah diterima bekerja di PT Arme. Ary pun menyadari Rafael saat itu bekerja di kantor pemeriksaan pajak Jakarta 2.

“Pada saat itu jabatan terdakwa apa?” tanya JPU KPK.

“Ketua tim pemeriksa pajak,” jawab Ary.

Walau demikian, Ary tak mengetahui konflik kepentingan dari Rafael Alun yang punya status pekerjaan ganda. Ary tak mengetahui klien dari mana saja yang dibawa oleh Rafael Alun.

“Di tahun saudara aktif di Arme apakah juga ada klien di PT Arme yang dibawa terdakwa dari wilayah pemeriksaan pajak terdakwa?” tanya JPU KPK.

“Saya tidak tahu,” jawab Ary.

Ary menyebut Rafael Alun sering datang ke kantor PT Arme. Kedatangannya dalam rangka menanyakan perkembangan penanganan klien yang diurus PT Arme.

“Dalam kapasitas apa? Kan istri terdakwa yang selaku pemegang saham?” tanya JPU KPK.

“Ya de jure-nya, Pak. Secara tertulis, itu istri beliau. Tapi, kita tahu bahwa beliau barangkali mewakili istrinya, saya tidak tahu itu. Tapi, dalam keseharian, dalam pelaksanaan operasional perusahaan itu, beliau turut serta memantau,” jawab Ary.

Ary tak mengetahui seberapa jauh kekuasaan Rafael Alun di perusahaan itu. Hanya saja, Rafael Alun disebutnya duduk sebagai dewan komisaris PT Arme. Sedangkan istri Rafael merupakan pemegang saham PT Arme.

“Apa (Rafael) juga mengambil keputusan?” tanya JPU KPK.

“Itu saya tidak tahu, boleh lebih spesifik?” tanya balik Ary kepada JPU KPK.

“Pernah ada rapat di Arme?” tanya JPU KPK.

“Iya,” jawab Ary.

“Terdakwa ini hadir?” tanya JPU KPK lagi.

“Hadir, sepengetahuan saya hadir,” jawab Ary.

“Yang memimpin kadang Pak Alun, kadang Pak Ujeng selaku presdir-nya,” lanjut Ary.

Walau demikian, Ary tak mengetahui secara spesifik isi rapat yang dipimpin Rafael Alun. Sebab urusan operasional perusahaan tak dipegang Rafael.

“Pas rapat, terdakwa biasa ngomong apa? Mengarahkan manajemen?” tanya JPU KPK.

“Kalau untuk direksional operasional, itu yang biasa mengarahkan Pak Wiwit sebagai direktur operasional,” jawab Ary.

Ary pun juga tak mengetahui tindak tanduk istri Rafael Alun selama menjadi pemegang saham PT Arme.

“Istri terdakwa ikut operasional?” tanya JPU KPK.

“Sepengetahuan saya, istri Pak Alun tidak terlibat dalam day to day-nya, Pak,” jawab Ary.

Rafael Alun mengakui pekerjaan sampingannya sebagai petinggi konsultan pajak PT Arme. Rafael tak menampik pekerjaan itu dijalaninya saat masih berstatus pegawai Ditjen Pajak.

“Saya sudah mendengarkan apa yang dikatakan para saksi. Semua benar, yang mulia,” kata Rafael.

Rafael tak lagi memungkiri terlibat aktif di PT Arme sebagai dewan komisaris seperti disampaikan Ary. Rafael seolah berusaha agar istrinya yang merupakan memegang saham di PT Arme tak disalahkan.

“Perlu saya tegaskan di sini bahwa yang tadi disampaikan oleh saksi Bapak Ary Fadilah mengenai komisaris de jure, itu istri saya. De facto itu saya. Itu memang benar,” ujar Rafael.

Rafael juga membantah bahwa istrinya mengikuti rapat PT Arme. Rafael seolah member sinyal lebih banyak aktif di PT Arme ketimbang istrinya.

“Saya tidak pernah mengajak istri saya untuk ikut rapat,” ujar Rafael.

Atas pernyataan tersebut, Majelis Hakim langsung menyela kata-kata Rafael Alun. Majelis meminta Rafael bersabar menunggu giliran untuk memberikan pendapatnya.

“Nanti keterangan saudara ya, ada waktunya,” ujar hakim ketua Suparman Nyompa

Exit mobile version