Home Klinik Hukum Adam Deni Menuai Status Tersangka UU ITE

Adam Deni Menuai Status Tersangka UU ITE

Tangkapan layar, video Adam Deni Gearaka minta maaf kepada Ahmad Sahroni terkait masalah yang menimpanya, Selasa (22/2/2022)

Jakarta, MH – Agaknya karma itu tengah menimpa Adam Deni Gearaka. Penggiat media sosial itu juga ikut merasakan dinginnya ruang tahanan, seperti yang juga dirasakan I Gede Ari Astina atau yang dikenal dengan nama panggung Jerinx SID.

Penggebuk drum band Superman Is Dead (SID) asal Bali itu dipidanakan oleh Adam Deni terkait dugaan pengancaman melalui media elektronik. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (24/2) memvonis Jerinx, satu tahun pidana penjara.

Jerinx dituntut pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp 50 juta, subsider dua bulan penjara. Ia didakwa dengan Pasal 29 jo Pasal 45 B Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) serta Pasal 27 ayat (4) jo Pasal 45 ayat (4) UUU ITE.

Sama halnya dengan Jerinx, Adam Deni Gearaka dilaporkan oleh seorang berinisial SYD atas dugaan pelanggaran UU ITE, laporan tersebut tercatat dengan nomor polisi LP/B/0040/I/2022/SPKT/Dit.Tipidsiber Bareskrim Polri tanggal 27 Januari 2022.

Berdasarkan informasi dari kuasa hukum Adam Deni, SYD merupakan seorang pengacara yang diberikan kuasa untuk melaporkan kliennya ke Bareskrim Polri.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyebutkan, Adam Deni diduga melakukan atau mentransmisikan dokumen elektronik oleh orang yang tidak berhak.

“Yang jelas dokumen milik orang lain yang di-upload oleh orang yang tidak berhak,” kata Ramadhan.

Adam Deni pun ditangkap dan dilakukan penahanan di Rutan Bareskrim Polri pada tanggal 2 Februari 2022. Ia dijerat dengan Pasal 48 ayat (1), (2), dan (3) jo Pasal 32 ayat (1), (2), dan (3) UU ITE. Dalam perkara ini, penyidik telah memeriksa 12 orang saksi, terdiri atas empat saksi dan delapan ahli.

Dilaporkan setelah mengunggah

Kasus Adam Deni menarik perhatian publik, terlebih munculnya nama Ahmad Sahroni, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dalam perkara tersebut. Sebagaimana diketahui publik bahwa Komisi III bertangungjawab pada bidang tugas hukum, HAM dan keamanan, tak lain Polri ada di dalamnya.

Tim kuasa hukum Adam Deni lantas memberikan klarifikasi terkait kasus yang menimpa kliennya, beserta kronologis perbuatan hukum apa yang diduga dilakukannya hingga harus merasakan nasib serupa Jerinx SID.

Berawal dari unggahan video di media sosial Instagram milik Adam Deni, pada tanggal 27 Januari 2022 yang menampilkan beberapa lembar kertas berupa invoice dan packing list sedang dibuka dan pada detik terakhir ada kertas mencantukan nama Ahmad Sahroni.

Video tersebut rupakan kiriman dari Olsen alias OS yang diterima Adam Deni pada pertengahan Januari 2022. Nama Olsen muncul dalam video permintaan maaf Adam Deni kepada Ahmad Sahroni.

Terkait unggahan tersebut, Ahmad Sahroni diwakili kuasa hukumnya Ahmad Suyud membuat laporan ke Direktorat Siber Bareskrim Polri dengan nomor Laporan Polisi : LP/B/0040/I/2022/SPKT/Dittipidsiber Bareskrim Polri tertanggal 27 Januari 2022, dengan sangkaan Pasal 48 ayat (1), (2), dan (3) jo Pasal 32 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang ITE.

Atas laporan tersebut, tanggal 1 Februari pukul 19.00 WIB, Adam Deni dijemput oleh beberapa anggota Direktorat Siber Bareskrim Polri di kediaman orang tuanya di Bekasi, Jawa Barat dengan menyertakan surat perintah penangkapan.

Lima hari setelah penangkapan, Adam Deni ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus meng-upload dokumen pribadi milik orang lain tanpa ijin, dan dilakukan penahanan di rumah tahanan negara (Rutan) Bareskrim di Mabes Polri.

Susandi, pengacara Adam Deni mengungkapkan, pada tanggal 14 Februari, Olsen alias OS yang menyuruh Adam Deni untuk menggunggah video kirimannya ditangkap dan ditahan oleh Direktorat Siber Bareskrim Polri.

“Beliau ditangkap setelah melakukan perjalanan dari luar negeri menuju Jakarta,” ujar Susandi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/2).

Proses hukum

Proses hukum terhadap Adam Deni terbilang cepat, dilaporkan tanggal 27 Januari, kemudian ditangkap 1 Februari, lalu ditahan tanggal 2 Februari. Dan berkas perkara tahap I dilimpahkan penyidik Direktorat Siber Bareskrim Polri kepada jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung pada Rabu (9/2).

Setelah diteliti dan dinilai layak memasuki ke tahap berikutnya, Senin (14/2) berkas perkara dinyatakan lengkap atau P-21 oleh jaksa, dan meminta penyidik Polri untuk melimpahkan tanggungjawab tersangka dan barang bukti untuk segera disidangkan ke pengadilan. Pelimpahan tahap II pun dilaksanakan oleh Polri pada Rabu (16/2).

“Pada hari Rabu tanggal 16 Februari 2022 pukul 16.00 WIB terhadap tersangka AD sudah dilimpahkan perkaranya ke JPU,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Gatot Repli Handoko di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/2).

Polri menegaskan proses hukum terhadap Adam Deni dilakukan secara profesional dan proporsional, tidak terkait dengan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, sehingga lebih dulu ditanganinya.

Berbeda dengan kasus yang menimpa Edy Mulyadi, dengan ujaran kebencian bermuatan SARA “tempat jin buang anak” juga sama-sama terkait UU ITE. Ia dilaporkan tanggal 24 Januari dan ditetapkan sebagai tersangka tanggal 31 Januari, hingga kini menunggu untuk pelimpahan tahap II.

Minta maaf ke pelapor

Pada tanggal 22 Februari 2022, kuasa hukum merilis video permintaan maaf Adam Deni yang dibuat dari balik tahanan, menggunakan kamera ponsel pada tanggal 14 Februari, atau setelah 13 hari ditahan di Rutan Bareskrim, Mabes Polri.

Menggunakan kemeja tahanan berwarna oranye dengan nomor 4 di bagian dada, Adam Deni meminta maaf kepada Ahmad Sahroni. Dalam video berdurasi 1 menit 29 detik, ia menceritakan bagaimana kondisinya di dalam tahanan, terisolasi dan mulai sakit-sakitan.

Dalam video itu, ia juga mengaku perbuatannya adalah bentuk kekhilafan, karena disuruh oleh Olsen. Dan kini ia menyesalinya, berharap Ahmad Sahroni memaafkan, agar bisa menyudahi masalah tersebut, sehingga bisa bekerja lagi menafkahi ibunya. Video itupun dikirimkan kepada pelapor.

Sehari setelah video tersebut dibuat, Rabu (16/2), Adam Deni pun dinyatakan positif COVID-19 berdasarkan hasil tes PCR, dan menjalani isolasi mandiri di sel khusus di Rutan Bareskrim, Mabes Polri.

Upaya permintaan maaf juga dilakukan pihak keluarga Adam Deni, ibu dan pacarnya pada Kamis (17/2) sekitar pukul 08.30 WIB mendatangi kediaman Ahmad Sahroni. Namun sayangnya, pemilik rumah tidak bisa ditemui karena sedang keluar rumah.

Susandi menyebutkan, alasan pihaknya merilis video permintaan maaf kliennya kepada pelapor untuk menjadi informasi publik, kemudian sebagai salah satu itikad baik kliennya dalam proses penanganan perkara tersebut.

“Juga untuk mengimbangi pemberitaan diluar, yang mana ada dalam beberapa dari isi berita tersebut sedikit banyak telah menyudutkan posisi klien kami selama menjalani proses penahanan di dalam rumah tahanan Mabes Polri,” kata Susandi.

Edaran Kapolri

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan surat edaran tentang penerapan UU ITE dengan nomor SE/2/11/2021 tertangal 19 Februari 2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif. Surat edaran itu memuat 11 poin, salah satunya mengatur bahwa penyidik tidak perlu melakukan penahanan terhadap tersangka yang telah meminta maaf, berikutnya meminta penyidik polisi mengedepankan penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).

Kapolri juga meminta penyidik memprioritaskan langkah damai dalam menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan laporan dugaan pelanggaran UU ITE. Dan meminta jajaran kepolisian mengedepankan edukasi dan langkah persuasif dalam penanganan perkara UU ITE. Pada acara catatan akhir tahun di Mabes Polri (31/12) lalu, Kapolri mengatakan penerbitan surat edaran tersebut sebagai salah satu upaya Polri dalam mengurangi polemik dan perdebatan terkait pasal-pasal karet dalam UU ITE.

Selain surat edaran, Polri juga meluncurkan aplikasi Virtual Police yang menggubah pendekatan represif menjadi preventif dan preemtif khususnya konten-konten yang bersifat provokatif atau menimbulkan SARA diberikan teguran, akan tetapi polisi tidak segan-segan menindak bila menimbulkan gejolak sosial di masyarakat, dengan proses sesuai tahapan.

“Banyak masyarakat kemudian memahami dan memperbaiki, namun tidak mengurangi kebebasan berekspresi ataupun kritik-kritik,” kata Sigit.

Setahun surat edaran Kapolri, sejumlah kasus pelanggaran UU ITE ditangani Bareskrim Polri, mulai dari ujaran kebencian bermuatan SARA oleh Muhamad Kace alias Muhamad Kece yang ditangkap akhir Agustus 2021, tak lama setelahnya, Wahya Waloni juga ditangkap karena kasus yang sama ujaran kebencian bermuatan SARA.

Yahya sudah divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selama lima bulan penjara dan denda Rp50 juta. Vonis dibacakan Selasa (11/2), dan bebas dari Rutan Bareskrim Polri 31 Januari 2021.

Ada juga kasus ujaran kebencian bermuatan SARA yang dilaporkan oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) tehadap penggiat media sosial Ferninand Hutahaean, atas cuitannya “Allah mu lemah”. Ia dijerat dengan Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan/atau Pasal 156a KUHP.

Awal Januari 2022, saat ramai pembahasan Ibu Kota Negara (IKN), mantan jurnalis Edy Mulyadi melalui siaran podcast miliknya IKN di Kalimantan Timur, hingga menyatakan wilayah tersebut “tempat jin buang anak”. Pernyataan tersebut memicu kemarahan masyarakat setempat, Polri lantas menerima tiga laporan polisi dari sejumlah Polda, 16 pengaduan dan 18 pernyataan sikap.

Edy Mulyadi dijerat dengan Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang ITE jo Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Perhimpunan Hukum Pidana, jo Pasal 156 KUHP. (Tim MH).

Exit mobile version