JAKARTA – Verifikasi administrasi terhadap syarat-syarat pencalonan pasangan capres-cawapres telah rampung dilakukan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan ketiga pasangan kandidat, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming telah memenuhi syarat (MS) untuk menjadi capres-cawapres pada Pilpres 2024.
“Semua dokumen administrasi pencalonan bakal capres dan bakal cawapres berdasarkan hasil verifikasi administrasi telah dinyatakan memenuhi syarat,” ujar Idham Holik selaku Komisioner KPU RI kepada wartawan di Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Idham mengatakan, tiga pasangan itu kini tinggal menunggu penetapan. KPU akan melaksanakan penetapan atau peresmian tiga pasangan tersebut sebagai capres-cawapres Pilpres 2024 pada Senin (13/11/2023).
“Sehari kemudian, 14 November 2023, akan dilakukan pengundian nomor urut capres-cawapres,” ujar Idham.
Idham menegaskan, khusus mengenai pencalonan Gibran berusia 36 tahun itu berstatus MS. Sebab, ketentuan syarat batas usia yang berlaku adalah sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023, yakni kepala daerah boleh menjadi capres atau cawapres meski belum berusia 40 tahun.
Idham menambahkan, putusan nomor 90 itu hingga kini masih berlaku sehingga KPU menjadikannya landasan untuk memverifikasi pencalonan Gibran. Mahkamah Kehormatan MK (MKMK) tidak membatalkan putusan 90 itu meski menemukan banyak pelanggaran kode etik dalam proses pembuatan putusannya.
“Pascaputusan MKMK sampai saat ini tidak ada pembatalan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023,” ujarnya.
MKMK membacakan putusan atas perkara pelanggaran kode etik Anwar Usman di gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023) sore. MKMK menyatakan, Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Jimly Asshiddiqie selaku Ketua MKMK mengatakan, Anwar terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketidakberpihakan Penerapan angka 5 huruf b dan Prinsip Integritas Penerapan angka 2 karena terlibat dalam pembuatan putusan MK perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Prinsip Ketidakberpihakan Penerapan angka 5 huruf b pada intinya melarang hakim konstitusi terlibat dalam pemeriksaan perkara yang anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan. Adapun putusan nomor 90 berkaitan dengan kepentingan keponakan Anwar, Gibran Rakabuming, maju sebagai cawapres.
Jimly menambahkan, Anwar juga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama Prinsip Independensi Penerapan angka 1, 2, dan 3 karena sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan keputusan perkara nomor 90. Karena itu, sejumlah sanksi dijatuhkan kepada Anwar. Salah satunya sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK. Artinya, Anwar hanya kehilangan jabatan ketua, tapi tetap menjabat sebagai hakim konstitusi yang mulia lagi terhormat.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran dan elite Partai Golkar menuding masih ada gerakan yang berupaya menjegal pencalonan Gibran, bahkan berupaya menggagalkan Pilpres 2024.
Habiburokhman selaku Wakil Komandan Hukum dan Advokasi TKN Prabowo-Gibran menjelaskan, pencalonan Gibran telah berkekuatan hukum tetap karena putusan MK mengenai batas usia minimum capres dan cawapres tidak dibatalkan oleh MKMK.
Ia menambahkan, meski ada sejumlah gugatan baru di MK yang meminta putusan nomor 90 itu dikoreksi atau dibatalkan, gugatan itu belum tentu dikabulkan. Kalaupun dikabulkan, sudah pasti putusan tersebut tidak bisa diterapkan pada Pilpres 2024 karena KPU RI sudah akan menetapkan pasangan capres-cawapres pada pekan depan.
“Jadi, sudah ada kepastian hukum. Saya ulangi, sudah ada kepastian hukum. Pasangan Prabowo-Gibran akan ditetapkan tanggal 13 November dan tidak ada halangan sama sekali,” ujar Habiburokhman.
Kendati demikian, kata dia, TKN Prabowo-Gibran mengendus ada gerakan yang berupaya menggagalkan pencalonan Gibran. Gerakan itu disinyalir tak hanya ingin menjegal Gibran, tapi juga menggagalkan Pilpres 2024.
“Ada informasi yang menyampaikan ke kami adanya gerakan-gerakan yang ingin menggagalkan anak muda jadi cawapresnya Pak Prabowo. Bahkan, ada yang mengingatkan kami sepertinya gerakan ini arahnya bisa lebih jauh lagi untuk gagalkan pemilu,” ujar Habiburokhman.
Habiburokhman pun enggan menyebutkan siapa dalang di balik gerakan tersebut. Dia hanya menjelaskan bahwa keberadaan gerakan tersebut terindikasi salah satunya dari tindakan sejumlah pihak yang masih saja tidak puas meski MKMK sudah menyatakan Anwar Usman melanggar kode etik berat. Dia menuding pihak-pihak itu kini malah menggunakan putusan MKMK itu sebagai “peluru” untuk membatalkan putusan 90.
“Kalau sudah ke situ (upaya pembatalan putusan MK nomor 90, Red), pasti sudah bukan penegakan etika lagi. Pasti itu ada motif politik. Apakah takut kalah, apakah karena takut kehilangan kekuasaan, apakah takut tidak berkuasa lagi, yang tahu Allah dan rakyat yang bisa menilai,” ujarnya.