Majalahukum.com – Pada suatu kasus perdata, pengadilan dapat memutus putusan secara verstek jika terdakwa atau pihak yang berperkara tidak hadir dalam persidangan.
Namun, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum pengadilan dapat memutus putusan verstek.
- Pemanggilan yang sah: Pengadilan harus melakukan pemanggilan yang sah kepada terdakwa atau pihak yang berperkara. Pemanggilan harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Waktu yang cukup: Terdakwa atau pihak yang berperkara harus diberikan waktu yang cukup untuk hadir dalam persidangan. Pengadilan harus memberikan pemberitahuan yang memadai kepada terdakwa atau pihak yang berperkara.
- Ketidakhadiran tanpa alasan yang sah: Pengadilan hanya dapat memutus putusan verstek jika terdakwa atau pihak yang berperkara tidak hadir tanpa alasan yang sah. Alasan yang sah dapat berupa sakit atau halangan yang tidak dapat dihindari.
Putusan verstek memiliki beberapa dampak yang perlu diperhatikan oleh terdakwa atau pihak yang berperkara. Dampak tersebut antara lain:
- Putusan yang mengikat: Putusan verstek memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan setelah persidangan. Terdakwa atau pihak yang berperkara harus mematuhi putusan tersebut.
- Kewajiban membayar ganti rugi: Jika terdakwa dinyatakan kalah dalam putusan verstek, terdakwa dapat diwajibkan untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang berperkara.
- Kesulitan mengajukan banding: Terdakwa atau pihak yang berperkara yang tidak hadir dalam persidangan dan menerima putusan verstek akan menghadapi kesulitan dalam mengajukan banding. Pengajuan banding harus dilakukan dalam waktu yang singkat dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Kesimpulan nya, pengadilan dapat memutus putusan verstek jika terdakwa atau pihak yang berperkara tidak hadir dalam persidangan. Namun, syarat-syarat harus dipenuhi dan terdakwa atau pihak yang berperkara harus memahami dampak dari putusan verstek tersebut.