Polisi mengungkap alasan penyidik tak kunjung melakukan penahanan terhadap tersangka kasus pemerasan terhadap menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Firli Bahuri.
Polisi menyebut saat ini upaya paksa terhadap yang bersangkutan masih belum diperlukan.
“Karena saat ini masih belum diperlukan (penahanan),” ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa saat dikonfirmasi, Minggu (3/12/2023).
Arief tak menjelaskan lebih lanjut alasan tidak dilakukan penahanan terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif tersebut. Dalam kasus ini Firli Bahuri dijerat dengan beberapa pasal.
Diantaranya Pasal 12 e, 12 B atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP. Dalam Pasal 12 B ayat 2 hukuman maksimal dari jeratan pasal ini adalah hukuman seumur hidup.
Firli Bahuri sendiri telah menjalani pemeriksaan perdana dengan status tersangka pada Jumat (1/12/2023). Firli diperiksa penyidik gabungan selama 10 jam di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan perdana dengan status tersangka.
Sebelumnya, Firli Bahuri telah dua kali menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus pemerasan yang menyeret namanya tersebut. Pemeriksaan pertama dilakukan pada 24 Oktober 2023 dan pemeriksaan kedua dilakukan pada Kamis (16/11/2023) lalu.
Namun Firli Bahuri baru ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo pada hari Rabu (22/11/2023) atau sepekan setelah pemeriksaan terakhirnya sebagai saksi. Penetapan tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap SYL dalam penanganan kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) diputuskan setelah penyidik melaksanakan gelar perkara di hari yang sama.
Sementara, Firli berharap kasus hukum yang tengah menjeratnya segera selesai. Dia juga berharap agar nantinya majelis hakim dapat memutus perkara yang menjeratnya dengan adil. Harapan ini disampaikan Firli setelah menjalani pemeriksaan selama 10 jam di Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap Yasin Limpo.
Selain itu, Firli Bahuri juga mengaku sangat menjunjung tinggi supremasi hukum dan penegakan hukum di Indonesia.
“Junjung tinggi asas praduga tak bersalah dan tidak mengembangkan narasi atau opini yang bersifat menghakimi,” ujar Firli Bahuri.