PONOROGO – Petugas Kantor Imigrasi Ponorogo, Jawa Timur, menangkap lima orang terduga anggota sindikat internasional perdagangan ginjal ketika mengurus penerbitan paspor. Dua di antaranya diduga sebagai korban yang akan menjual ginjalnya.
“Tiga lainnya diduga punya peran masing-masing dalam sindikat yang menyalurkan korban,” ujar Hendro Tri Prasetyo selaku Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Jatim saat konferensi pers di Kantor Imigrasi Ponorogo, Rabu (5/7/2023).
Hendro menjelaskan, penangkapan lima orang itu berawal dari proses wawancara dalam penerbitan paspor di Kantor Imigrasi Ponorogo pada Selasa (4/7/2023).
Saat itu, sekitar pukul 09.30 WIB, dua orang berinisial MM asal Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, dan SH asal Tangerang Selatan, Banten, diwawancarai oleh petugas imigrasi.
“Saat proses wawancara, keduanya mengaku membutuhkan paspor untuk liburan ke Malaysia,” papar Hendro.
Hanya saja, keduanya menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Keduanya tidak memberikan keterangan yang meyakinkan petugas terkait maksud dan tujuan bepergian ke Malaysia.
Sebelumnya, pada pagi hari, keduanya tidak bisa menunjukkan berkas-berkas yang diminta petugas. Mereka kemudian mencoba lagi pada sore hari sekitar pukul 15.00 WIB dengan harapan petugas lengah.
“Dalam proses wawancara, petugas kami menyatakan ada indikasi keduanya menjadi pekerja migran nonprosedural,” ujar dia.
Akhirnya, keduanya mengaku akan mendonorkan ginjal ke Kamboja. Mereka juga mengungkapkan bahwa kepergiannya diantarkan oleh tiga orang penyalur.
“Ketiga orang tersebut ternyata menunggu di sekitar Kantor Imigrasi Ponorogo,” ujar Hendro.
Petugas pun menindaklanjuti pengakuan itu dengan memburu ketiga orang tersebut di sekitar Taman Jeruksing, Jalan Juanda, Ponorogo. Petugas lalu mengamankan dua orang yang diduga sebagai penyalur, yaitu inisial WI warga Bogor, Jawa Barat, dan inisial AT warga Jakarta.
“Keduanya diamankan bersama satu orang saksi dengan inisial IS warga Mojokerto, Jawa Timur,” ujarnya.
Kepala Kantor Imigrasi Ponorogo Yanto menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan petugas, WI berperan sebagai perekrut. Sedangkan, AT membantu proses permohonan paspor dan menyiapkan akomodasi.
“Setiap orang yang memberikan ginjalnya dijanjikan imbalan hingga Rp 150 juta,” ujar Yanto.
Yanto melanjutkan, bahkan WI sempat berangkat ke Kamboja untuk menjual ginjalnya. Ia menyebut WI sempat pemeriksaan kesehatan di sebuah Laboratorium di Phnom Penh, namun gagal menjadi donor ginjal karena ada masalah kesehatan.
Setelah pulang dari Kamboja, menurut Yanto, WI direkrut dan dipekerjakan oleh sindikat perdagangan ginjal yang ada di Bekasi. Pihak Imigrasi Ponorogo lalu bersinergi dengan Polres Ponorogo untuk penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut.
“Kami siap membantu penyidik kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini,” ujar Yanto.
Selain itu, pihaknya juga melakukan pemeriksaan lanjutan kepada MM dan SH yang memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar dalam memperoleh dokumen perjalan RI (paspor). Mereka diduga melanggar Pasal 126 huruf c UU 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
“Mereka berhadapan dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana paling banyak Rp500 juta,” ujarnya.