Majalahukum.com – Pembagian waris terhadap anak angkat diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Indonesia. KUHPerdata mengatur mengenai hukum waris secara umum, termasuk dalam konteks anak angkat.
Dalam KUHPerdata, anak angkat diberikan perlindungan hukum tertentu, tetapi pembagian waris terhadap anak angkat tidak diatur secara khusus. Prinsip dasar dalam KUHPerdata adalah pewarisan dilakukan berdasarkan hubungan keluarga darah atau nasab.
Dalam praktiknya, beberapa negara atau yurisdiksi dapat memiliki peraturan hukum khusus yang mengatur pembagian waris terhadap anak angkat. Namun, dalam konteks hukum Indonesia, jika seorang anak diangkat sebagai anak angkat oleh seseorang, anak tersebut tidak memiliki hak waris secara otomatis terhadap harta warisan orang tua angkatnya.
Namun, penting untuk mencatat bahwa dalam konteks Islam, terdapat diskusi dan perdebatan di kalangan ulama mengenai apakah anak angkat memiliki hak waris atau tidak. Beberapa pendapat mengizinkan pewarisan sebagian atau seluruhnya bagi anak angkat berdasarkan wasiat atau kesepakatan tertentu yang dibuat oleh orang tua angkat. Hal ini bergantung pada pemahaman dan interpretasi hukum waris Islam yang dianut dalam mazhab atau pandangan hukum yang berbeda.
Dalam beberapa kasus, pengaturan mengenai pembagian warisan terhadap anak angkat dapat terjadi melalui tindakan hukum khusus seperti adopsi hukum, di mana status anak angkat secara hukum menjadi setara dengan anak kandung dalam hal hak waris.
Penting untuk dicatat bahwa pengaturan mengenai pembagian waris terhadap anak angkat dalam hukum perdata dapat berbeda-beda antara yurisdiksi dan negara. Oleh karena itu, disarankan untuk memeriksa hukum waris dan peraturan yang berlaku di negara atau yurisdiksi Anda untuk memahami lebih lanjut tentang bagaimana pembagian warisan terhadap anak angkat diatur dalam hukum perdata yang berlaku di wilayah tersebut.