JAKARTA – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menjadwalkan agenda diversi untuk anak pelaku AG (15) dalam kasus penganiayaan D (17), anak pengurus GP Ansor.
Djuyamto selaku Humas PN Jakarta Selatan menjelaskan, perkara AG akan ditangani oleh hakim tunggal Saut Maruli Tua Pasaribu.
“Hakim tunggal tersebut telah menetapkan tahapan diversi sebagaimana ketentuan Pasal 52 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,” ujar Djuyamto (24/3/2023).
Sesuai jadwal, tahap pertama diversi ini akan berlangsung pada Rabu, 29 Maret 2023 mendatang. Lantas, apa itu diversi yang akan dijalani pelaku AG?
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anaka atau selanjutnya diebut UU SPPA, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar pidana.
Adapun anak yang dimaksud, merupakan anak yang berkonflik dengan hukum atau telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun dan diduga melakukan tindak pidana. Diversi memiliki beberapa tujuan seperti tertuang dalam Pasal 6 UU SPPA.
Tujuan diversi, antara lain: Mencapai perdamaian antara korban dan anak Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak. Namun demikian, diversi hanya dapat dilakukan jika tindak pidana yang dilakukan anak diancam dengan pidana penjara di bawah 7 tahun. Selain itu, diversi juga bukan untuk anak pelaku yang melakukan pengulangan tindak pidana.
Proses diversi Proses diversi nantinya dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orangtua atau walinya. Bukan hanya itu, diversi juga melibatkan korban dan/atau orangtua atau walinya, pembimbing kemasyarakatan, serta pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Keadilan restoratif sendiri merupakan penyelesaian perkara untuk mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.
Keadilan restoratif membawa konsekuensi untuk mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, dibandingkan kepentingan masyarakat umum. Selanjutnya, proses diversi wajib memperhatikan beberapa hal, termasuk: Kepentingan korban Kesejahteraan dan tanggung jawab anak Penghindaran stigma negatif Penghindaran pembalasan Keharmonisan masyarakat Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Hasil kesepakatan diversi Pasal 11 UU SPPA mengatur, proses musyawarah diversi akan menghasilkan beberapa bentuk keputusan, sebagai berikut: Perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian Penyerahan kembali kepada orangtua/wali Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) paling lama tiga bulan Pelayanan masyarakat. Penyelesaian dengan diversi harus didahului persetujuan pihak korban dan anak yang berkonflik dengan hukum. Hal tersebut, pengecualian bagi tindak pidana pelanggaran ringan, tanpa korban, atau nilai kerugian kurang dari upah minimum provinsi (UMP) setempat.
Apabila diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan tidak dilaksanakan, maka proses peradilan pidana anak pun dapat dilanjutkan.