PENGERTIAN KORUPSI
Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus. Secara harfiah, korupsi adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral dan penyimpanan dari kesucian.
Secara umum, korupsi adalah semua tindakan tidak jujur yang memanfaatkan jabatan atau kuasa untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi atau orang lain. Di Indonesia tindak korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi, pengertian korupsi terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 yang berbunyi:
Pasal 2 ayat (1) UU No. 31/1999
”Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”
Pasal 3 UU No. 31/1999
”Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
JENIS-JENIS KORUPSI
1.Kerugian Negara
Merugikan negara diartikan dalam arti suatu tindakan otomatis dapat dianggap merugikan keuangan negara apabila tindakan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Pasal 2 ayat (1) jo Putusan MK No.25/PUU-XIV/2016,
”Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).”
2.Suap Menyuap
Korupsi suap menyuap yang merupakan tindakan pemberian uang atau menerima uang atau hadiah yang dilakukan oleh pejabat pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana perbedaan hukum formil dan materil.
Tindak suap menyuap lebih jelasnya tertuang dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap Pasal 2 dan Pasal 3 yang berbunyi:
Pasal 2 UU No. 11/1980
“Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp.15 juta.”
Pasal 3 UU No. 11/1980
“Siapa saja yang menerima sesuatu atau janji, padahal ia tahu itu bertentangan dengan tugasnya dipidana maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp.15 juta.”
Adapun suap menyuap tertuang pada Pasal 5 UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3.Penggelapan Jabatan
Penggelapan dalam jabatan sudah diatur dalam Pasal 374 KUHPidana yang menjelaskan bahwa penggelapan dalam jabatan merupakan penggelapan yang dilakukan oleh pemegang barang yang berhubungan dengan jabatannya atau pekerjaannya atau juga bisa karena ia mendapatkan upah berupa uang.
Adapun suap menyuap tertuang pada Pasal 8 UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
4.Pemerasan
Pemerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya dengan memakssa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan.
Pemesaran diatur dalam Pasal 12 huruf e, huruf f dan huruf g UU Tipikor
5.Perbuatan Curang
Perbuatan curang biasanya dilakukan oleh pemborong, pengawasan proyek, rekanan TNI/Polri, pengawas rekanan TNI/Polri yang melakukan kecurangan dalam pengadaan atau pemberian barang yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau terhadap keuangan negara atau yang dapat membahayakan negara.
Perbuatan Curang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 12 huruf h
6.Benturan Kepentingan dan Pengadaan
Benturan kepentingan (conflict of interest) yang merupakan suatu kondisi dimana pertimmbangan pribadi mempengaruhi dan/atau dapat menyingkirkan profesionalitas seorang pejabat dalam mengemban tugass.
Benturan kepentingan dalam pengadaan tertuang pada Pasal 12 huruf i UU Tipikor.
7.Gratifikasi
Gratifikasi diatur dalam Pasal 12 B UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No.31/1999 menjelaskan gratifikasi adalah “pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik”.
Gratifikasi bisa menjadi sesuatu yang dilarang atau salah ketika gratifikasi yang diterima berhubungan dengan jabatan. Selain itu, gratifikasi dilarang jika penerimaan tersebut dilarang oleh peraturan yang berlaku, bertentangan dengan kode etik, memiliki konflik kepentingan atau merupakan penerimaan yang tidak patut / tidak wajar.
Nb: UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.