JAKARTA – Mayoritas masyarakat mendukung sistem pemilu proposional terbuka daripada sistem pemilu tertutup. Hal itu merupakan hasil riset big data yang bersumber dari Kazee Media Monitoring di media sosial terkait perbedaan pandangan pejabat partai pada Pemilu 2024 antara menggunakan sistem proporsional tertutup dengan sistem proporsional terbuka yang dihimpun selama periode analisis Januari – Februari 2023.
“Total percakapan selama periode analisis tersebut sebanyak 227.772 data. Di mana netizen memperbincangkan sistem proporsional terbuka sebanyak 155.197 data dengan persentasenya sebesar 68,1 persen, dan proporsional tertutup 72.575 data dan persentasenya 31,9 persen,” ujar Anthony Leong selaku Pakar Digital dan Pengamat Media Sosial, Sabtu (11/03/2023).
Anthony menjelaskan, secara spesifik sentimen pemberitaan sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup. Pada proporsional terbuka sentimen positifnya lebih besar daripada sentimen negatifnya, yakni sentimen positifnya sebanyak 95.861 perbincangan, negatif 46.812 perbincangan, dan netral 12.524 perbincangan.
Sedangkan, pada proporsional tertutup sentimen positif dan negatifnya hampir berimbang. Adapun sentimen positifnya sebesar 31.563 perbincangan, negatif 27.889 perbincangan, dan netral 13.123 perbincangan.
“Sentimen perbincangan proporsional terbuka tiga di antaranya paling relevan adalah proporsional terbuka lebih baik, dan konkret dukung proporsional terbuka. Pemilu proporsional terbuka dapat memicu korupsi dan bertentangan dengan demokrasi, rencana pemerintah dan KPU mengubah sistem pemilu proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup,” tutur Anthony yang juga merupakan CEO Menara Digital ini.
Anthony juga menjabarkan bahwa dari segi komunikasi publik dan reaksi masyarakat lebih setuju sistem proporsional terbuka, karena dapat menilai langsung calon-calon wakil rakyat, kalau sistem tertutup, partai yang menentukan.
“Ya, kalau begitu yang harus diperbaiki sistem kepartaian di Indonesia yang konkretnya revisi undang-undang parpol, bukan sistem pemilunya yang kita ubah. Bagaimana partai dapat mengkader anggotanya untuk menjadi yang terbaik dan bisa terbuka kepada masyarakat, karena itu harapan publik, dan harapan itu harus didengar dan diamini oleh pemerintah,” ujarnya.
Perbincangan ini bermula dari keinginan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa sistem pemilu dilakukan secara tertutup. Adapun DPR dan pemerintah telah menuturkan agar sistem pemilu tetap berjalan terbuka. Dari 9 parpol di parlemen hanya PDIP yang mendukung agar pemilu kembali berjalan secara tertutup.
“Hingga saat ini netizen sangat keberatan dengan proposional tertutup, karena dirasa merugikan pemilih yang di mana dapat mencoblos dan melihat calon pemimpin yang diinginkan sesuai dengan hati para pemilih. Sebab rakyat harus tahu siapa yang akan mewakili suara mereka,” pungkasnya.