Jakarta, MH – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap konstruksi perkara yang menjerat tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pembayaran restitusi pajak proyek pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pare, Jawa Timur. Tersangka sebagai penerima ialah Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada KPP Pratama Pare Abdul Rachman (AR) dan pihak swasta Suheri (SHR).
Tri Atmoko (TA) sebagai pemberi dari pihak swasta/kuasa joint operation (JO) China Road and Bridge Corporation (CRBC), PT Wijaya Karya (WIKA), dan PT Pembangunan Perumahan (PP).
Asep Guntur Rahayu selaku Direktur Penyidikan KPK mengatakan bahwa JO antara CRBC, PT WIKA, dan PT PP sebagai pelaksana pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono terdaftar sebagai salah satu wajib pajak di KPP Pratama Pare.
“Sekitar Januari 2017, JO CRBC-PT WIKA-PT PP mengajukan adanya restitusi pajak (pengembalian atas kelebihan pembayaran) untuk tahun 2016 ke KPP Pare,” ujar Asep, Jumat (5/8/2022).
Dikatakan pula bahwa AR ditunjuk sebagai salah satu dari tim pemeriksa dengan posisi supervisor untuk melakukan pemeriksaan restitusi pajak dari JO CRBC-PT WIKA-PT PP dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Berikutnya, sekitar Agustus 2017, KPP Pratama Pare menerbitkan surat pemberitahuan pada JO CRBC-PT WIKA-PT PP untuk diperiksa lapangan oleh tim pemeriksa pajak.
“Merespons surat pemberitahuan tersebut, Wen Yuegang selaku Chairman Board of Management JO CRBC-PT WIKA-PT PP menunjuk TA sebagai kuasa untuk mengurus restitusi pajak JO CRBC-PT WIKA-PT PP di KPP Pare,” ujar Asep.
KPK mengungkap dari keseluruhan restitusi pajak senilai Rp13,2 miliar yang diajukan, diduga ada inisiatif TA untuk memberikan sejumlah uang pada AR dan tim agar pengajuan restitusi dapat disetujui. “AR kemudian menyetujui keinginan TA dengan kesepakatan imbalan berupa permintaan fee10 persen atau setidaknya Rp 1 miliar,” ujar Asep.
Terkait dengan pemberian uang, AR kemudian memperkenalkan SHR selaku orang kepercayaannya kepada TA. AR kemudian meminta TA agar nantinya penyerahan uang melalui perantaraan SHR dan tempat penyerahan di Jakarta.
“Selanjutnya sekitar Mei 2018, TA menghubungi AR untuk membicarakan kelanjutan penyerahan uang dengan dengan istilah ‘apelnya kroak’.Dari total permintaan Rp 1 miliar oleh AR, TA baru bisa menyanggupi senilai Rp 895 juta,” ungkap Asep.
Ia mengatakan, bahwa AR sempat meminta dan mengarahkan TA agar penyerahan uang Rp 895 juta melalui SHR di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta. “Namun, kemudian berpindah ke salah satu tepi jalan yang berdekatan dengan kantor aparat penegak hukum di wilayah Blok M, Jakarta Selatan dan uang tersebut kemudian diterima AR melalui SHR,” ujarnya.
Tersangka AR dan SHR sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sementara itu, tersangka TA sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.