Home Tipikor KPK Tak Mau Gegabah Terkait Bupati Meranti Gadaikan Kantornya Rp.100 Miliar

KPK Tak Mau Gegabah Terkait Bupati Meranti Gadaikan Kantornya Rp.100 Miliar

KPK Tak Mau Gegabah Terkait Bupati Meranti Gadaikan Kantornya Rp.100 Miliar -- Doc.Antar Foto/Sumber

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons kabar Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil yang diduga menggadaikan Kantor Bupati Meranti dan Mes Dinas PUPR Meranti, Riau senilai Rp100 miliar ke Bank Riau Kepri pada 2022.

KPK pun tak mau gegabah menyimpulkan ada tidaknya tindak pidana dari langkah Adil tersebut.

“Kami tidak akan gegabah untuk mengatakan ini salah atau tidak dulu,” ujar Nurul Ghufron selaku Wakil Ketua KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Minggu (16/04/2023).

Lembaga antirasuah itu terlebih dahulu mengkaji temuan tersebut. KPK bakal menelisik lebih jauh mengenai skema kredit dari upaya gadai tersebut.

“Kami nanti akan menelisik lebih lanjut akan mengkaji, apakah mungkin sebuah kantor yang merupakan aset dari negara itu diajukan kepada bank untuk sebuah kredit,” ujar Ghufron.

Sebagaimana diketahui, Muhammad Adil diduga menggadaikan Kantor Bupati Meranti dan Mes Dinas PUPR Meranti, Riau, senilai Rp100 miliar ke Bank Riau Kepri pada 2022. Uang tersebut diklaim digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan di Meranti. Dari total Rp100 miliar, pihak bank baru mencairkan 59 persen atau sejumlah Rp59 miliar.

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti harus menanggung semua utang itu dengan cicilan ke bank tiap bulan Rp3,4 miliar.

Sebelumnya, KPK menetapkan tiga tersangka usai melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kepulauan Meranti pada Kamis, 6 April 2023, malam. Para tersangka ialah Muhammad Adil, Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih, dan Pemeriksa Muda BPK perwakilan Riau M Fahmi Aressa. Mereka diduga terlibat dugaan suap penerimaan fee jasa umroh dan pengondisian pemeriksaan keuangan. Kasus ini masih didalami penyidik KPK.

Adil disangkakan melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dia juga disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, Fitria disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Terakhir, Fahmi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Exit mobile version