JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang, Banten, menjatuhkan vonis 7 tahun penjara terhadap terdakwa Ady Muchtadi mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lebak.
Vonis tersebut dijatuhkan hakim dalam kasus suap Rp18,1 miliar untuk penerbitan sertifikat dan penetapan hak guna bangunan (HGB) pembangunan Citra Maja Raya di Kabupaten Lebak.
“Menjatuhkan pidana terdakwa Ady Muchtadi dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan,” ucap majelis hakim yang dipimpin Dedy Adi Saputra, Kamis (20/7/2023).
Majelis hakim menilai terdakwa terbukti sah dan meyakinkan menerima suap sebagaimana Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Hakim juga menilai bersalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Majelis hakim uga menghukum terdakwa dengan pidana tambahan berupa uang pengganti Rp18,1 miliar. Jika tidak dibayar dalam waktu 1 bulan setelah inkrah, harta benda disita dan bila tidak mencukupi diganti penjara selama 2 tahun.
Selain itu, Sebidang tanah dan bangunan milik terdakwa di Blok Sanur di Citra Maja Raya juga disita kejaksaan dan dirampas negara. Harta itu dikompensasikan sebagai uang pengganti atas nama terdakwa untuk uang pengganti.
Hakim menilai bahwa apa yang dilakukan terdakwa Adi bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Yang diperbuat terdakwa juga merusak citra pelayanan publik di lingkungan Kementerian ATR BPN.
“Terdakwa mengaku menikmati hasil kejahatannya,” ucap hakim dalam pertimbangan memberatkan.
Vonis majelis hakim ini lebih berat dari dakwaan jaksa penuntut umum kepada terdakwa Ady. Jaksa menuntut terdakwanya selama 6 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan. Sementara terdakwa Deni dituntut 2 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 100 juta subsider 3 bulan.
Dalam sidang tersebut, kuasa hukum terdakwa, Anita Fitria, menyatakan pikir-pikir untuk melakukan banding atau tidak atas vonis tersebut.
Pada hari yang sama, majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang juga membacakan vonis terhadap penyuap eks Kepala BPN Lebak Ady Muchtadi dalam kasus yang sama.
Terdakwa Sopiah alias Maria Sopiah divonis 2 tahun penjara dalam pemberian suap Rp18,1 miliar. Suap diberikan terdakwa selama 2018-2020 demi penerbitan sertifikat dan penetapan hak guna bangunan (HGB) Citra Maja Raya.
Vonis kepada Maria Sopiah dibacakan setelah majelis menghukum bersalah terdakwa Ady dan memvonisnya 7 tahun bui. Maria dinilai bersalah melakukan suap bersama terdakwa Eko Hendro Prayitno alias Eko HP sebagaimana Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor.
“Mengadili, menyatakan Terdakwa terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif kesatu. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan,” ucap ketua majelis hakim Dedy Adi Saputra.
Sementara terdakwa Eko dihukum penjara 1 tahun 4 bulan. Ia dikenai denda Rp100 juta subsider 2 bulan penjara.
Kedua terdakwa ini oleh majelis tidak dibebani pidana tambahan uang pengganti karena tidak menikmati kejahatan atas pemberian suap kepada terdakwa Ady Muchtadi.
Hakim mengatakan kedua terdakwa dalam hal memberatkan tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan yang meringankan khusus terdakwa Maria adalah sudah berusia lanjut, sakit, tidak pernah dihukum, serta perlu perawatan dan menyesali perbuatannya.
Vonis majelis ke kedua terdakwa ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Terdakwa Maria Sopiah dituntut JPU 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara. Sementara terdakwa EKo HP dituntut 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan bui.
Kuasa hukum terdakwa pemberi suap, Rahmat Saputra, mengatakan menerima vonis majelis hakim terhadap para kliennya itu. Sedangkan jaksa penuntut umum mengaku masih pikir-pikir untuk banding atau tidak.
Majelis mengatakan dalam pertimbangannya, terdakwa Ady selama kurun 2018-2020 telah menerima sejumlah uang yang seluruhnya Rp18,1 miliar. Uang itu diterima dari terdakwa Dra Sopiah alias Maria Sopiah dan Eko HP.
Uang itu, menurut hakim, digunakan terdakwa untuk deposito sebesar Rp2 miliar; membeli aset bangunan berupa 6 unit apartemen di Daan Mogot, Jakarta; 2 unit rumah di Citra Maja Raya; hingga membeli kendaraan berupa berupa satu mobil dan motor.