Doloksanggul, MH : Menjelang pencoblosan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, isu politik uang kembali mencuat di Kabupaten Humbang Hasundutan. Praktik politik uang yang dilakukan oleh calon legislatif (caleg) menjadi sorotan publik. Meskipun praktik ini bukan rahasia lagi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Humbang Hasundutan terkesan pura-pura tidak mengetahuinya.
Hal itu menjadi temuan yang sangat fantastis tim Majalah Hukum di lapangan setelah melakukan serangkaian investigasi di Humbang Hasundutan, melalui tanya jawab dengan warga, para tim sukses, dan caleg-caleg tertentu selama 1 minggu petengahan Desember 2023.
Politik uang, yang juga dikenal dengan istilah money politics, merupakan praktik yang melibatkan pemberian uang atau barang kepada pemilih untuk mempengaruhi mereka dalam memilih caleg tertentu. Praktik ini melanggar aturan pemilu dan merusak demokrasi. Namun, di Humbang Hasundutan, politik uang tampaknya menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan.
Salah satu bentuk politik uang yang sering terjadi adalah caleg bagi-bagi uang. Caleg yang ingin memenangkan pemilihan seringkali memberikan uang kepada pemilih dengan harapan mendapatkan dukungan mereka. Praktik ini dilakukan secara terang-terangan dan tanpa rasa takut akan tindakan hukum yang akan diambil oleh pihak berwenang.
KPU Humbang Hasundutan seharusnya bertindak sebagai penyelenggara dan penegak aturan dalam pemilihan umum. Namun, terkesan bahwa KPU pura-pura tidak tahu atau tidak peduli dengan praktik politik uang yang marak di daerah ini. KPU seharusnya melakukan langkah-langkah yang lebih tegas untuk mencegah politik uang dan melindungi integritas pemilu.
Selain KPU, Bawaslu Humbang Hasundutan bertanggung jawab dalam pengawasan pemilu, dan menegekakkan aturan. Namun, terlihat bahwa Bawaslu juga tutup mata terhadap praktik politik uang yang terjadi di daerah ini. Bawaslu seharusnya lebih aktif dalam melakukan pengawasan dan menindak pelanggaran pemilu, termasuk politik uang.
Pembiaran terhadap politik uang oleh KPU dan Bawaslu Humbang Hasundutan sangat merugikan demokrasi dan masyarakat. Praktik politik uang tidak hanya merusak prinsip demokrasi yang seharusnya berlandaskan pada kebebasan dan kesetaraan, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap pemilu dan institusi yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilihan.
Salah satu bentuk politik uang yang sering terjadi di Humbang Hasundutan adalah booking pemilih dengan memberikan uang sejumlah 200.000 hingga 500.000. Tindakan ini dilakukan untuk memastikan bahwa pemilih akan memberikan suara mereka kepada caleg yang memberikan uang tersebut. Praktik ini tidak hanya merugikan demokrasi, tetapi juga merugikan hak pilih warga negara yang seharusnya bebas dan tidak terpengaruh oleh faktor materi.
Membeli suara pemilih juga merupakan bentuk politik uang yang merajalela di Humbang Hasundutan. Caleg yang memiliki sumber daya finansial yang kuat seringkali menggunakan uang untuk membeli suara pemilih. Praktik ini tidak hanya menciderai demokrasi, tetapi juga merugikan kualitas perwakilan di legislatif. Caleg yang terpilih berdasarkan uang cenderung tidak memiliki komitmen dan kualitas yang diperlukan untuk mewakili kepentingan masyarakat.
Pembiaran terhadap politik uang di Humbang Hasundutan juga berdampak pada pembentukan kursi legislatif. Kursi legislatif seharusnya diduduki oleh caleg yang memenangkan pemilihan dengan cara yang sah dan adil. Namun, dengan praktik politik uang yang marak, kursi legislatif seringkali diduduki oleh caleg yang memiliki sumber daya finansial yang kuat, bukan karena kualitas dan dukungan yang dimiliki.
Untuk menjaga integritas pemilu dan demokrasi, KPU dan Bawaslu Humbang Hasundutan perlu mengambil langkah-langkah yang lebih tegas dalam memberantas politik uang. Selain itu, partisipasi aktif masyarakat dalam melaporkan praktik politik uang juga sangat penting. Hanya dengan kerja sama antara pihak berwenang dan masyarakat, politik uang dapat dihilangkan dan pemilihan umum dapat berjalan dengan adil dan demokratis. (Tim investigasi)