JAKARTA – Hasbi Hasan (HH) mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) diduga menggunakan uang hasil suap pengurusan perkara di MA untuk mengecek kesehatannya di luar negeri.
Dugaan tersebut kemudian dikonfirmasi tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke saksi seorang Dokter bernama Rustan Efendi.
“Rustan Efendi (Dokter), saksi hadir dan didalami pengetahuannya serta dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan pemanfaatan uang oleh tersangka HH dari hasil suap pengurusan MA untuk cek kesehatan di luar negeri,” ujar Ali Fikri selaku Kabag Pemberitaan KPK melalui pesan singkatnya, Rabu (26/7/2023).
Ali mengatakan, sementara itu terdapat satu saksi kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA yang mangkir alias tidak memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyidik KPK. Saksi tersebut yakni seorang Anggota TNI, Bagus Dwi Cahya. KPK bakal menjadwal ulang pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.
“Bagus Dwi Cahya (anggota TNI), saksi tidak hadir dan hingga saat ini tim penyidik belum menerima konfirmasi terkait alasan ketidakhadirannya. Kami ingatkan untuk kooperatif hadir pada jadwal pemanggilan berikutnya,” jelasnya.
Untuk informasi, KPK telah menetapkan dua orang tersangka baru dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA. Kedua tersangka tersebut yakni, Sekretaris MA nonaktif Hasbi Hasan dan Dadan Tri Yudianto.
Dalam perkara ini, Dadan diduga telah menerima uang sebesar Rp11,2 miliar dari Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto Tanaka dan pengacaranya, Theodorus Yosep Parera. Sebagian uang itu kemudian diserahkan oleh Dadan ke Hasbi Hasan. Hasbi diduga menerima jatah atau bagian sebesar Rp3 miliar dari total Rp11,2 miliar yang diterima Dadan.
Adapun, uang suap dari Heryanto Tanaka tersebut terkait pengurusan perkara kasasi di MA dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman agar dihukum bersalah dan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus perselisihan KSP Intidana.
Heryanto Tanaka dan Theodorus Yosep Parera telah divonis bersalah dalam kasus suap pengurusan perkara di MA ini. Keduanya dijatuhi dengan hukuman pidana penjara yang berbeda-beda.