JAKARTA – Mantan Kepala Basarnas (Kabasarnas) Marsdya Henri Alfiandi mengaku menerima ‘dana komando’ yang bersumber dari sejumlah perusahaan yang mengikuti proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas.
Dana komando tersebut merupak sebutan dari permintaan fee 10 persen pada proyek yang dimaksud. Hal itu diungkapkan Henri saat menjadi saksi dalam persidangan dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Basarnas untuk tiga terdakwa pemberi suap. Mereka adalah Komisaris PT Multi Grafika Cipta Sejati sekaligus Komisaris PT Bina Putera Sejati, Mulsunadi Gunawan; Direktur PT Kindah Abadi Utama sekaligus Komanditer Perseroan CV Pandu Aksara, Roni Aidil; dan Dirut PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya.
“Uang yang diberikan sebagai dana komando itu uang apa? Apakah kantong pribadi atau dari mana yang saudara ketahui?” tanya jaksa.
“Dari pekerjaan Pak. Sesuai dari awal Pak,” jawab Henri.
“Bahwa ketika dari pemegang pengelola anggaran pindah ke Afri (Afri Budi Cahyanto, Koorsmin). Saya minta dibukukan dengan baik tidak asal terima, transparan dan terdokumentasi. Sehingga saya mudah mengontrol kita bisa menghitung berapa jebutuhan tersebut jangan di tengah jalan kita meminta,” sambungnya.
Kemudian, Jaksa mencecar saksi perihal penentuan jumlah fee tersebut. Henri pun menjawab bahwa fee 10 persen tersebut diambil dari total nilai proyek.
“Dari total 10 persen dihitung dari nilai kontrak, sudah termasuk PPN,” ujar Henri.
Jaksa melanjutkan, mempertanyakan perihal apakah ada penyesuaian terkait penerimaan fee tersebut. Henri pun tidak mengamini pertanyaan jaksa yang dimaksud.
Menurutnya, permintaan nilai fee tersebut sudah menjadi kebiasaan yang turun temurun di lingkungan Basarnas.
“Tidak, saya ikuti saja apa yang sudah berjalan aja Pak,” ujar Henri.
“Yang sebelumnya sama seperti itu?” tanya jaksa. “Sama,” jawab Henri.