JAKARTA – Direktur Jenderal Pajak atau Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo melaporkan hingga Ahad, 8 Januari 2023 sudah ada 53 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) wajib pajak yang terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Aturan tersebut termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
“Yang sudah connect itu 53 juta NIK wajib pajak yang terintegrasi dengan NPWP sampai Ahad, 8 Januari 2023. Dari total 69 juta,” ujar Suryo dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, pada Selasa, 10 Januari 2023.
Menurut Suryo, NIK merupakan bagian dari sisi reformasi administrasi perpajakan, dan dijadikan sebagai common identifier atau indentitas yang digunakan untuk menjalankan sistem administrasi perpajakan. Tujuannya, untuk menguhubungkan dengan sistem informasi lain sehingga mudah dipertukarkan dan lebih sederhana.
Suryo mencontohkan layanan perbankan yang mensyaratkan seseorang memiliki NIK, yang digunakan cukup NIK, tidak perlu lagi NPWP. Contoh lainnya, misalnya ada seseorang yang ingin mengajukan kredit, dan perbankan mensyaratkan apakah orang itu melaporkan SPT atau tidak.
“Disampaikan ke kami, nanti kita sampaikan dia menyampaikan SPT atau tidak,” ujar Suryo.
Suryo menambahkan, dengan menggunakan satu NIK, maka yang disimpan hanya satu nomor saja, tidak perlu NPWP. NIK, dia melanjutkan, adalah sarana adminstratif untuk mengelompokan data yang ada di dalam sistem agar lebih teratur.
Dia pun mengingatkan bahwa NIK tidak membuat sesuatu bertambang atau pun berkurang hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak. Suryo juga menyadari bahwa dalam setiap aktivitas bermasyarakat sebagai warga negara Indonesia, pada saat mengurus apapun pasti yang digunakan adalah NIK.
“Ini salah satu yang kita coba dudukan supaya lebih mudah masyarakat enggak perlu lagi ingat dua nomor yang beda. NPWP yang selama ini ada ya kita enggak gunakan lagi sebagai NPWP untuk bertransasi,” terang Suryo.