JAKARTA – Adanya informasi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan sistem Pemilu proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup.
Hal tersebut telah menimbulkan kehebohan nasional dan perdebatan di ruang publik. Apalagi dengan tahapan Pemilu 2024 sudah sangat matang, di mana parpol telah mendaftarkan ribuan bakal calon legislatifnya (bacaleg) di seluruh Indonesia.
M Rizqi Azmi selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Riau mengatakan, jika benar MK memutuskan untuk mengganti sistem Pileg 2024, maka akan ada dampak yang luar biasa, karena prosesnya sudah berjalan sejak beberapa bulan lalu.
“Kalau kita bicara hari ini tertutup ini proses sudah jalan, kenapa enggak dari kemarin sebab perdebatannya langsung saja ke DPR, tetapi dampak yang akan didapat apabila ini tertutup luar biasa,” ujar Rizqi dalam diskusi Forum Legislasi bertema “Mencermati Putusan MK, Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK dan Bocoran Sistem Pemilu” di Media Center DPR RI, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Rizqi menjelaskan, di Pilkada 2020 saja, bisa dilihat bagaimana pertaruhan nyawa di tingkat penyelenggara Pemilu. Begitu banyak penyelenggara Pemilu ad hoc yang meninggal dunia. Lalu, jika kemudian berubah menjadi tertutup, akan ada dampak yang besar terhadap struktur dari hulu ke hilir, baik parpol maupun penyelenggara Pemilu dan pihak terkait lainnya.
“Apabila tiba-tiba ini bagaimana, ini bukan hanya atas dan bawah semuanya bawa terkena struktur A sampai Z akan terkena, yang tadi disampaikan,” ujarnya.
Sehingga dia menilai, apa yang dilakukan Denny Indrayana dengan membuka diskursus di ruang publik ini menjadi pendobrak, karena MK belum memutuskan sehingga bisa jadi pengingat kepada para hakim MK, agar nuraninya bisa trebuka, dan jangan sampai terjadi carut marut.
“Barangkali ini yang harus didengar juga oleh hakim MK, mudah-mudahan hati nuraninya bisa terbuka, dalam keadaan yang sempit dan carut marut,” tegasnya.
“Mungkin kita tidak bicara calon presiden di 2024 yang diuntungkan atau tidak diuntungkan. Tapi mudah-mudahan didengarlah kalau kita bicara terkait dengan persoalan, bagaimana hukum itu interaksi terhadap tatanan sosial masyarakat, minimal hakim harus mendengar itu,” sambungnya.
Terpisah, Kahar Muzakir selaku Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI mengatakan, sistem proporsional terbuka itu sudah berlalu sejak lama. Kemudian kalau itu mau diubah sekarang di saat proses Pemilu sudah berjalan, dan masing-masing parpol sudah mendaftarkan bacalegnya, maka ratusan ribu bacaleg ini akan kehilangan hak konstitusinya jika MK kemudian memutuskan tertutup.
“Kita sudah menyampaikan DCS kepada KPU. Setiap partai politik calegnya itu dari DPRD kabupaten/kota DPR RI jumlahnya kurang lebih 20 ribu orang. Jadi kalau ada 15 partai politik itu ada 300 ribu. Nah mereka ini akan kehilangan hak konstusionalnya kalau dia pakai sistem tertutup,” ujar Kahar.
Maka kata Kahar, 8 Fraksi di DPR RI ini meminta supaya sistem Pemilu tetap terbuka. Kalau MK tetap memaksakan mengubah sistem, mungkin para bacaleg itu akan meminta ganti rugi, karena sudah mengeluarkan biaya untuk pencalonan meeka sejauh ini.
“Paling tidak mereka urus SKCK segala macem itu ada biayanya. Kepada siapa ganti ruginya mereka minta? Ya bagi yang memutuskan sistem tertutup. Bayangkan 300 ribu orang itu minta ganti rugi, dan dia berbondong-bondong datang ke MK agak gawat juga MK itu,” ujarnya.
“Jadi kalau ada yang coba merubah-rubah sistem itu orang yang mendaftar sebanyak itu akan memprotes,” tandas Kahar.
Kemudian, adapun Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) selaku Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR menegaskan bahwa Demokrat bersama 7 fraksi lainnya tetap konsisten melihat bahwa sistem proporsional terbuka adalah sistem terbaik. Apalagi, baik penyelenggara Pemilu maupun parpol sudah mengikuti proses selama ini dan berharap bahwa masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam sistem proporsional terbuka.
“Apalagi kita jg menggaris bawahi tahapan proses-proses pemilu yang dilakukan oleh KPU dan teman-teman di parlemen, bahkan teman-teman parpol baik yang ada di parlemen, dan yang akan mengikuti pemilu juga telah bersiap-siap,” ujar Ibas dalam kesempatan sama.
Bisa dibayangkan ucap Ibas, harapan mereka adalah harapan mengikuti proses demokrasi dengan sistem pemilihan proporsional terbuka, dan dengan waktu yang tidak begitu lama lagi di bulan Februari, semuanya akan berbondong untuk datang ke bilik.
“Untuk memilih calon-calon dari anggota legislatifnya yang kira-kira cocok dan dapat terus memperjuangkan aspirasi masyarakat,” tutupnya.