Jakarta, MH – Cahyo R Muzhar selaku Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen AHU Kemenkumham) menyatakan bahwa banyak warga negara Indonesia (WNI) perempuan kehilangan status kewarganegaraannya akibat perkawinan campuran. Sebagai contoh, kasus terakhir WNI perempuan yang terjadi di Taiwan.
“Rata-rata ini terjadi pada WNI perempuan yang menikah dengan warga negara asing, misalnya, Korea, Amerika Serikat, dan Taiwan kemudian diceraikan,” ucap Cahyo R Muzhar saat simposium nasional hukum tata negara secara virtual di Jakarta, Rabu (18/5/2022).
Menurut Cahyo, dalam kasus WNI yang menikah dengan laki-laki Taiwan dan mengantongi kewarganegaraan negara suami, ternyata pernikahannya dianggap tidak sah. Keduanya kemudian bercerai. Pemerintah Taiwan pun mencabut kewarganegaraan perempuan tersebut. Di sisi lain, eks WNI itu juga kehilangan status di Indonesia karena adanya tindakan administratif oleh negara.
Masalah timbul karena status kewarganegaraan Taiwan perempuan tersebut sebetulnya bukan atas keinginan sendiri. Namun, Pemerintah Taiwan memberikan kewarganegaraan secara otomatis setelah menikah dengan laki-laki Taiwan.
Akan tetapi, hukum di Indonesia mengatakan ketika seseorang memiliki dokumen perjalanan asing atau memperoleh kewarganegaraan asing, otomatis kehilangan status WNI.
“Pertanyaannya apakah eks WNI ini harus melalui proses naturalisasi lima atau 10 tahun tidak berturut-turut? Ini kan menjadi masalah,” kata Cahyo.
Dalam rangka memberikan perlindungan eks WNI, negara mengambil sikap memberikan kembali status WNI perempuan tersebut. Padahal, contoh kasus demikian tidak diatur dalam aturan, tetapi harus dibahas dan dimasukkan dalam perubahan Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan.
Tidak hanya itu, Cahyo juga membahas soal WNI yang ikut kelompok militer asing atau organisasi terlarang internasional. Persoalan itu juga harus dibahas secara jelas agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari. Mengacu UU Kewarganegaraan Indonesia, tidak ada hal yang mengatur atau memberikan perlindungan dalam hal kehilangan kewarganegaraan (stateless).
Namun, perlu digarisbawahi ada pertimbangan aspek kepentingan atau keamanan nasional. Perdebatan muncul karena organisasi terlarang tersebut bukan lah suatu negara meskipun ada pandangan entitas itu adalah sebuah negara yang memberikan dokumen kewarganegaraan berdasarkan definisi UU Kewarganegaraan, maka dianggap statelessatau tetap diakui sebagai WNI.