JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung menjatuhkan vonis bebas kepada Hakim Agung Gazalba Saleh.
Putusan tersebut mendapat respons dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan mengajukan upaya hukum.
Arif Rahman selaku JPU KPK menilai, putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung atas vonis bebas Gazalba Saleh tersebut tidak sejalan dengan tuntutan pihaknya. Meski hakim menjatuhkan vonis atas pertimbangan alat bukti yang tidak kuat, namun Arif menilai, seluruh alat bukti yang telah diajukan pihaknya sudah cukup kuat untuk menjerat Gazalba Saleh.
“Bukti kemudian petunjuk itu menurut kami kuat untuk membuktikan dakwan kami terhadap apa yang kita sangkakan pada terdakwa namun majelis hakim menilai lain,” ungkap Arif seusai sidang vonis Gazalba Saleh, Selasa (1/8/2023).
Oleh karenanya lanjut Arif, pihaknya akan kembali mengupas dan memperdalam seluruh dakwaan sekaligus tuntutan kepada Gazalba Saleh.
“Nanti kami akan kupas dan perdalam lagi di memori kasasi kami,” ujarnya.
Terkait uang suap senilai 20 ribu dolar Singapura yang diterima Gazalba Saleh seperti yang tercantum dalam dakwaan, Arif menegaskan, pihaknya meyakini bahwa uang tersebut memang diterima Gazalba Saleh.
“Kami yakini ada persesuain, baik itu petunjuk terus kita hubungkan keterangan saksi kemudian kita yakini ada,” ujarnya.
Arif pun menilai, wajar jika terdakwa Gazalba Saleh tidak mengakui menerima uang suap tersebut. Dia pun tetap menghargai putusan hakim atas vonis bebas tersebut.
“Iya wajar kalau tidak mengakui terdakwa, kita hargai putusan hakim,” imbuh Arif.
Arif menyatakan, pihaknya akan segera menempuh upaya hukum atas vonis bebas tersebut melalui kasasi mengingat putusan hakim tersebut dinilai tidak sejalan dengan tuntutan pihaknya.
“Kita masih ada upaya hukum, jadi kita akan mengajukan upaya hukum, kita segera mengajukan kasasi karena menurut kami putusan hakim tidak sejalan dengan tuntutan kami dan menurut pembuktian kami sudah cukup dua alat bukti untuk menjerat terdakwa sudah cukup, tapi secara subjektif di sini kami tidak mungkin menilai putusan majelis hakim,” paparnya.
“Nanti di memori kasasi kami akan kita urai. Menurut kami alat bukti yang kita hadirkan sudah cukup menjerat terdakwa ini,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas kepada Hakim Agung, Gazalba Saleh. Vonis bebas dijatuhkan hakim dalam sidang yang dipimpin Joserizal di PN Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (1/8/2023).
Hakim beranggapan, alat bukti tidak cukup kuat untuk menjerat Gazalba Saleh dari tuntutan 11 tahun penjara yang sebelumnya dilayangkan JPU KPK.
Diketahui, Jaksa KPK menuntut Gazalba Saleh dengan hukuman 11 tahun penjara dalam kasus suap di Mahkamah Agung (MA). Ia juga dituntut subsidair 6 bulan penjara dan diharuskan membayar denda Rp1 miliar. Gazalba Saleh dituntut menerima uang suap sebesar 20 ribu dolar Singapura dalam kasus pengurusan perkara di lingkungan Mahkamah Agung (MA) terkait permasalahan keuangan di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
JPU KPK menilai Gazalba Saleh terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 12 huruf c UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam papatan tuntutannya, KPK menilai Gazalba terlibat dalam pengurusan perkara yang diminta oleh Heryanto Tanaka melalui pengacaranya Theodorus Yosep Parera untuk kasasi pidana Nomor 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman terkait permasalahan keuangan di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
“Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” terang JPU KPK.
Kasus ini berawal dari Heryanto Tanaka yang menanamkan investasi sebesar Rp45 miliar di KSP Intidana, namun kemudian terjadi permasalahan keuangan di KSP Intidana. Heryanto Tanaka lalu melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku Ketua KSP Intidana. Setelah laporan diterima dan menempuh proses persidangan, Pengadilan Negeri Semarang membebaskan Budiman.
Akibat adanya putusan itu, merasa dirugikan, lalu mengajukan banding dan kasasi. Heryanto melalui pengacaranya, Theodorus Yosep Parera kemudian melakukan serangkaian upaya hukum agar kepentingannya. Heryanto menginginkan agar proses kasasi dikabulkan oleh hakim agung. Yosep Parera pun lalu menemui Desy Yustria selaku staf kepaniteraan di MA untuk berupaya memuluskan keinginan kliennya itu. Desy kemudian menyampaikan keinginan Parera ke Nurmanto Akmal selaku staf kepaniteraan lain di MA.
Selanjutnya, Nurmanto mempelajari kasasi itu dan diketahui Gazalba Saleh menjadi salah satu Hakim Agung yang menangani perkara kasasi tersebut. Nurmanto kemudian bertemu dengan Redhy Novarisza selaku staf dari Gazalba Saleh dan menyampaikan keinginan pengurusan perkara dari Heryanto Tanaka melalui Parera tersebut.
“Redhy Novarisza bertemu dengan Prasetio Nugroho selaku Panitera Pengganti/Asisten Hakim Agung dari terdakwa yang merupakan representasi dari terdakwa dan menyampaikan permintaan dari Theodorus Yosep Parera,” jelas JPU KPK.
Selanjutnya, pada 5 April 2022, majelis hakim memutus perkara kasasi Nomor 326 K/Pid/2022 dengan menyatakan Budiman Gandi Suparman bersalah dan dihukum lima tahun penjara. Dalam pengurusan perkara itu, Heryanto Tanaka diduga menyiapkan uang sebesar 200 ribu dolar Singapura dan kemudian diberikan kepada Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno.
Dari kucuran suap itu, ujar JPU KPK, Parera memberikan kepada Desy Yustria sebesar 110 ribu dolar Singapura. Selanjutnya Desy memberikan uang sebesar 95 ribu dolar Singapura kepada Nurmanto Akmal untuk diserahkan ke Gazalba.
“Sedangkan sisanya dibawa oleh Nurmanto Akmal yang selanjutnya diserahkan kepada Redhy Novarisza sebesar 55 ribu dolar Singapura. Selanjutnya Redhy Novarisza menyerahkan kepada terdakwa melalui Prasetio Nugroho sekitar 20 ribu dolar Singapura,” tandas JPU KPK.