JAKARTA – Pakar hukum menyarankan Adelin Lis selaku Direktur Keuangan PT Keang Nam Developmen Indonesia (KNDI) untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kedua ke Mahkamah Agung (MA) atas vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
MA mengabulkan kasasi Kejaksaan Agung (Kejagung) atas vonis bebas Adelin Lis dalam perkara tindak pidana korupsi.
Sadino selaku Pakar Hukum Kehutanan menilai ada kekeliruan hakim saat menghukum Adelin Lis 10 tahun penjara karena dinyatakan terbukti melakukan korupsi dalam kasus illegal logging atau penebangan liar.
“Dia dituduh melakukan illegal logging. Sedangkan ilegal itu jelas seharusnya tidak punya izin, tapi Adelin Lis punya izin yang lengkap,” tutur Sadino dalam keterangan, Sabtu (11/11/2023).
Sadino menambahkan, di tingkat Pengadilan Negeri, Adelin Lis diputus bebas. Menurut Sadino, Adelin hanya dinyatakan melanggar Undang-Undang Kehutanan. Berdasarkan aturan tersebut, dia hanya diberikan sanksi administrasi dan biayanya sudah dibayarkan.
Sementara di tingkat Kasasi dan PK, dia dihukum 10 tahun penjara karena dinyatakan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama. Namun, terdakwa lainnya diputus bebas. Yakni Oscar A Sipayung selaku Direktur Utama PT KNDI dan Washington Pane selaku Direktur Perencanaan dan Produksi PT KNDI.
“Padahal kapasitas Adelin Lis hanya direktur keuangan, seharusnya yang paling bertanggung jawab itu Direktur Utama,” ujar Sadino.
Sementara Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan, putusan kasasi dan PK di MA terkait Adelin mengandung misteri dan terkesan tidak adil. Menurutnya, Adelis Lis sempat dinyatakan bebas, bukan lepas. Artinya, terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi.
“Tapi ketika di kasasi dan PK, putusan berubah drastis. Dihukum sepuluh tahun. Jadi ada kontradiksi,” ujar Suparji.
Suparji menyarankan Adelin Lis mengajukan PK yang kedua. Berdasarkan aturan, PK boleh diajukan lebih dari satu kali selama terpidana atau ahli warisnya merasa ada kekeliruan hakim dalam mengambil keputusan yang didukung dengan novum atau bukti baru.
“Dalil paling signifikan adanya kekeliruan dan kekhilafan hakim. Karena kasusnya adalah pelanggaran administrasi, jadi yang dipakai UU Kehutanan bukan UU tindak pidana korupsi,” tegasnya.
Selain itu, Suparji menyebut surat tertulis dari mantan menteri Kehutanan MS Kaban bisa dijadikan novum. Karena dalam suratnya, dia menjelaskan bahwa perbuatan Adelis Lis masuk kategori pelanggaran administrasi berdasarkan UU Kehutanan.
“Itu bisa jadi novum untuk PK dan menjadikan peluang Adelin Lis mendapat keadilan lebih besar,” ujar Suparji Ahmad.
Diketahui sebelumnya, MA mengabulkan kasasi yang diajukan Kejagung atas vonis bebas Adelin Lis. Dia dihukum 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
MA juga menghukum Adelin Lis membayar uang pengganti Rp 119.802.393.040 dan 2.938.556,24 dolar Amerika. Jika dalam waktu satu bulan uang tidak dibayar, maka Adelin dikenai hukuman 5 tahun penjara. Adelin Lis kemudian mengajukan PK, tapi ditolak. Dengan putusan ini, maka MA membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan No 2240 Bid B tahun 2007 yang menjatuhkan vonis bebas pada Adelin Lis.